SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Sabtu, 19 Maret 2016

Hosana, Salibkan Dia !, Salibkan Dia!


Yesus seakan menjadikan diriNya “konyol” dalam drama “Hikayat daun-daun Palma”. 

Minggu Palma merupakan suatu peristiwa penting dalam iman Katolik.  Bukan saja secara historis Yesus masuk kota Raja Yerusalem dengan dielu-elukan oleh sedemikian banyak orang, namun juga tersimpan suatu paradoks manusia yang selalu faktual dari jaman ke jaman, dari generasi ke generasi.

Kisah paradoks dengan teriakan “Hosana Putera David, terpujilah yang datang dalam nama Tuhan” sebagaimana sambutan kemenangan bagi sang Raja, dengan daun-daun palma dan ranting-ranting  yang dijadikan simbol keagungan, bahkan batu-batu pun akan berteriak bila saja manusia tidak mau berteriak. Suasana riuh reda, harapan meninggi, mendorong bayangan-bayangan kuasa dan hasrat “kebebasan” keluar, kemudian tiba-tiba berganti menjadi hujatan dan dera dengan mahkota duri yang menusuk dalam sekali keIlahian kasih, sementara Dia hanya diam.

Susana menjadi antiklimaks dari hosana menjadi hujatan, dari  keagungan daun palma menjadi salib dan mahkota duri.  Yesus seakan menjadikan diriNya “konyol” dalam drama “Hikayat daun-daun Palma”. Seperti harapan banyak orang Yerusalem saat itu dengan hasrat dan keinginan mereka untuk bebas dari penjajahan, sebuah batasan kesabaran dan pengertian yang mampu dijangkau manusia, kemudian seakan “berselempang semangat dan derap yang tak bisa mati” tampil sebagai punggawa berdaun palma, meletakkan baju dan daun-daun di tanah, berteriak “Hosana!”.   Namun sayang sekali tidak terjadi apa-apa.  Tangan mengepal  yang siap menumpahkan darah menjadi lemas, kering seperti beling  karena tujuan terpenjara, atau mulut menjadi kelu ketika Yesus ternyata tidak memilih jalan perang, melainkan salib.

Maka bukanlah “hosana putera David” sebagai genderang perang atau pekik “serbu” tanda menyerang tetapi Salib! Dalam adat Yahudi salib sama dengan penghinaan. Yesus memang memilihnya justru dari hal yang sangat Hina dalam peperangan yang sesungguhnya melawan “Maut” akibat dosa.   Rahmat pengertian kemenangan atas dosa melalui salib justru melalui penghinaan bukan peperangan yang perwira, tidak menumpahkan darah orang banyak, namun menyelamatkannya. 


Dalam aspek budaya daun palma melambangkan kuasa dan keagungan.  Harapan pada kuasa dan keagungan manusia, kenyamanan dan keamanan sesaat, bukanlah kehendak Allah.  Daun-daun palma adalah benih-benih yang ditabur olah Yesus dalam melayani, memberi diri dalam mengasihi, ketulusan menanggung resiko.  Mengikuti Yesus dalam perarakan daun palma, dipahami sebagai peristiwa memberi benih-benih pelayanan dengan memberi diri untuk mengasihi walau ditolak, tulus menerima resiko akibat pelayanan itu.  Buah-buahnya justru di kayu salib, karya terbesar Allah bagi kita. Selamat merayakan Minggu Palma, selamat berarak bersama Tuhan dalam pelayanan yang tulus penuh kasih Nya.

Demikian intisari kotbah Rm. Lorensius Maryono, Pr dalam misa Minggu Palma di Gereja St. Maria Immaculata Mataram.  Misa tersebut dihadiri oleh sedikitnya 1500 orang, dimana aula, halaman depan dan samping gereja penuh berisi umat.  Petugas  koor adalah lingkungan st. Theresia Pagutan dengan dirigennya Dea, sementara lektor oleh para Prodiakon masing-masing Bp. F Subarman, Pasio Bp. Sabinus, Bp. Ari, dan Bp. Agus Bok.  misa berlangsung dalam suasana meriah dan agung, 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar