SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Sabtu, 13 Februari 2016

MISA RABU ABU

Misa Rabu abu di Paroki St. Maria Immaculata Mataram berlangsung dalam 2 kali misa. misa pertama pada pukul 07.30 wita dibawah pimpinan rm. Maryono, Pr.  lektor, koor oleh SMAK St. Maria Kesuma.  sedikitnya 1000 orng umat menghadiri misa abu ini.


dalam pesan rabu abunya romo membacakan surat gembala Bapa Uskup Denpasar yang secara garis besar adalah Rabu abu sebagai rahmat pertobatan dalam tahun Yubelium luarbiasa ini hndaknya menjadi suatu kekuatan bagi kita untuk terus mengambil dan menimba rahmat yang besar.
Keluarga sebagai gereja Allah hendaknya menjadi saksi dan agen bagi rahmat dan menunjukkan wajah Allah sang pengasih dan Rahim.
Sementara secara khusus Romo mnyampaikan tata berpuasa katolik yang benar yakni puasa bagi mereka yang berusia diatas 14 thun hingga 60 tahun, sementara berpantang bagi mereka yang berusia dibawah 14 tahun.
hari-hari puasa dan pantang adalah Rabu abu, jumat agung.  sangat disarankan untuk berpusa dan berpantang pada setiap Jumat.  makan yang kenyang hanya sekali dalam satu hari.

Rabu Abu Sebuah Rutinitaskah atau suatu perziarahan iman....

Rabu abu merupakan pintu masuk masa prapaskah. Pada hari itu umat yang datang ke Gereja dahinya diberi tanda salib dari abusebagai simbol upacara ini. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuno di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan (misalnya seperti dalam Kitab Ester, yaitu Ester 4:1, 3). Dalam Mazmur 102:10 penyesalan juga digambarkan dengan "memakan abu":
"Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan."
Biasanya pemberian tanda tersebut disertai dengan ucapan, "Bertobatlah dan percayalah pada Injil."
Seringkali pada hari ini bacaan di Gereja diambil dari Alkitab bagian kitab 2 Samuel 11-12, perihal raja Daud yang berzinah dan bertobat.
Banyak orang Katolik menganggap hari Rabu Abu sebagai hari untuk mengingat kefanaan seseorang. Pada hari ini umat Katolik berusia 18–59 tahun diwajibkan berpuasa, dengan batasan makan kenyang paling banyak satu kali, dan berpantang.

Secara religius, hampir semua umat katolik memaknainya sebagai masa puasa, masa tobat. seperti Tuhan Yesus dahulu melakukan puasa selama 40 hari, demikian pula umat melakukannya, namun muatan yang berbeda.  jika beberapa tahun yang lalu pengertian puasa secara utuh  makan yang kenyang hanya sekali disertai dengan upaya-upaya karya kasih, namun saat ini hanya beberapa orang saja yang masih melakukannya, kemudian bagaimana dengan yang lain? seperti rutin ritualitas tanpa makna.   

Perlu menjadi suatu permenungan kita, mengapa masa puasa saat ini dirasakan sebagai hal yang biasa dan hampir tidak memberi pembeda yang signifikan dengan hari-hari yang lain dalam tahun-tahun kita? Penandaan Abu sebagai tanda tobat, abu adalah hasil akhir suatu benda, bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. mungkinkah pergeseran makna Rabu abu ini karena kurangnya pemahaman secara historika ataukah  keterbatasan dalam menangkap maksudnya. 
puasa sebagai salah satu upaya keimanan dan kesadaran siapa kita.  membawa kita kembali pada satu titik untuk sejenak melihat kebelakang dengan penuh syukur. tahu dan mau mematikan diri dalam jumlah 40 hari masa itu.