“untuk
memperoleh bantuan, cukup koordinasi dengan ketua lingkungan masing-masing,
karena yang mendata itu kepala lingkungan dan KBG nya. Bantuan tersedia di posko Karina, dan di sana
ada OMK, PMKRI, WKRI serta umat yang bersedia terlibat, jadi semua berjalan
lancar dan terlayani. Sementara untuk
kerusakan fisik bangunan tempat tinggal, setelah di data di lingkungan dan KBG,
tolong KBG dan Linglungan gotong royong semampunya menangani, paroki akan
melengkapi kekurangan sesuai kemampuan.
Dan ini dilakukan setelah selesai masa tanggap darurat. Untuk korban di KLU, ditangani dengan
perencanaan dan koordinasi dengan pihak yang terkait, yah kepala dusun, RT,
Kepala lingkungan desan dan dusun setempat, ini semua data tercatat dengan rapi
di posko kita, siapa, kemana, apa yang dibawa dan seterusnya, semuanya
transparan, boleh dilihat di posko kita”.
Rentetan
kejadian gempa yang mencekam melanda Pulau 1000 mesjid, di awali degan gempa
bumi seperti diketahui, gempa bumi tektonik
mengguncang Lombok, Bali dan Sumbawa Minggu (29/7) dengan kekuatan 6,4 SR.
Gempa yang terjadi sekitar pukul 05.47 WIB tersebut terletak pada koordinat 8,4
LS dan 116,5 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur
laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 km. Dengan
kekuatan 6,4 SR yang berpusat di wilayah Timur P.Lombok, yang berdampak pada
rusaknya sarana umum seperti sekolah dan rumah sakit serta perumahan penduduk
khususnya di wilayah Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara. Getaran yang mengagetkan itu terjadi di pagi
hari ketika umat bersiap akan berangkat misa Minggu pagi dan disusul dengan
gempa 5,0 sr dalam jeda waktu sekitar 30 menit, ternyata menjatuhkan plafond
altar gereja sebelah Timur dan tinggalkan lubang yang cukup besar di altar gereja.
Kondisi
terparah dilaporkan hanya berada di wilayah Sembalun, Blanting, Sambelia Lombok
Timur hingga Bayan dan Tanjung Lombok Utara. Aksi solidaritas pun mulai
berjalan dan masih sebatas lokal lintas Kabupaten dan Kota di Pulau Lombok,
termasuk aksi peduli gempa yang digagas oleh para civitas akademika Yayasan
Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok yang diwakili oleh BPH RD. Yohanes Kadek
Ariana,Pr yang langsung terjun ke lokasi bencana bersama perwakilan dari semua
unit kerja Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok dan memberikan bantuan berupa
sembako, alat mandi dan pakaian layak pakai serta alat-alat belajar di Wilayah
Lombok Timur.
Sudah
seminggu gempa yang berepicentrum di wilayah Timur Pulau Lombok itu terjadi,
kemudian di malam tanggal 5 Agustus 2018 sekitar pukul 19.46 wita, Pulau Lombok
kembali di guncang gempa dengan mangitudo 7,0 sr dengan epicentrum di wilayah
Kabupaten Lombok Utara tepatnya lereng Gunumg Rinjani, meliputi wilayah Bayan,
Gangga, Santong hingga Pemenang dan Senggigi.
Geteran yang sama juga dirasakan di Kota Mataram. Listrik secara otomatis padam ketika masih dalam
keadaan gempa yang demikian besar itu.
Tiang listrik bergoyang dengan kencang mengeluarkan percikan api pada
travonya, sementara suara gemuruh dan jatuhan genteng atap rumah secara luas
terdengar bertalu-talu. Jeritan dan
tangisan berkumandang dalam kegelapan malam yang baru mulai beranjak. “ awas tiang listrikk...” teriak seorang
bapak.
Lapangan
dan jalan-jalan kota dipenuhi oleh warga dengan wajah sedih dan ketakutan,
beberapa rumah warga roboh, pihak berwenang menyiarkan agar warga mengungsi ke
lapangan terdekat atau wilayah terbuka dan jauh dari bangunan. Masih belum percaya apa yang sedang terjadi,
BMKG Propinsi mengumumkan skala gempa berikut potensi tsunami. Kondisi mencekam yang sedang berlangsung,
tiba-tiba berubah menjadi kepanikan masal, informasi yang beredar simpang siur
mengabarkan kalau air laut sudah naik, wargapun beramai-ramai mengungsi ke
tempat-tempat yang jauh dari jangkauan laut.
Jalan-jalan dipenuhi kendaraan dan orang, hingga macet. Di pesisir Utara wilayah pariwisata Senggigi,
Kerandangan, Mangsit, warga mengungsi ke perbukitan yang lebih tinggi. 80% rumah diwilayah ini rusak berat. sekitar
30 menit kemudian BMKG mencabut status potensi tsunami, namun warga banyak yang
tidak mengetahui jika BMKG sudah mencabut kondisi potensi Tsunami akibat
listrik masih padam. Sementara gempa
susulan masih berlangsung. Kondisi
terdampak sangat berat berada di wilayah Lombok Utara, sementara gempa skala
7,0 sr ini berdampak juga bagi gereja dan umat di Kota Mataram. Gubernur NTB Tuan Guru Bajang, mengeluarkan
perintah Tanggap darurat yang pertama hingga 14 Agustus 2018 yang kemudian
diperpanjang hingga 24 Agustus 2018.
Kondisi
sarana kesehatan rata-rata mengalami rusak ringan hingga menengah di kota
Mataram, sementara di KLU (kabupaten Lombok Utara) rata-rata sarana umum rusak
parah, walau demikian pihak rumah sakit tetap membuka tenda perawatan di
halaman rumah sakit, baik swasta seperti RSK. St. Antonius Ampenan hingga RSU
Daerah. Sementara sarana pendidikan
dalam jangkauan Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok rata-rata dalam
kondisi baik, hal ini berdasarkan kajian tenaga profesional dan tim kerja dari
Fakultas Teknis Sipil Universitas Mataram yang melakukan serangkaian pengujian
sesuai kompetensi. Semantara sekolah-sekolah di pesisir utara hingga ampenan
mengalami kerusakan hingga rata tanah.
Warga mulai menempati tenda-tenda seadanya akibat kelangkaan tenda di
kota Mataram.
Dampak
bagi gereja sendiri seperti Gedung gereja mengalami rusak berat pada plafond
seluruhnya, AC, Kipas angin, lampu gantung pecah, kaca jendela mosaik retak dan
pecah, kelistrikan bermasalah akibat lampu-lampu berjatuhan. Sementara efek gempa pada umat sebagian besar
adalah umat Lingkungan Yohanes Baptis Rembiga, yang berda di wilayah Utara Kabupaten
Lombok Barat, tepatnya Kecamatan Gunung Sari.
Sedikitnya hampir 10 rumah yang mengalami rusak menengah hingga
berat. Mulai dari genteng yang
berjatuhan hingga retak dinding bahkan terbelah. Hingga pantauan akhir dilakukan ke 10 KK korban terdampak ini sementara tinggal di
tenda depan rumah nya masing-masing.
Pastor
Paroki St. Maria Immaculata Mataram, Rm, Lorensius Maryono, Pr, segera mengadakan rapat terbatas darurat pada
sore harinya tanggal 5 Agustus 2018 dengan menghasilkan beberapa hal tanggap
teknis dan administratif. Secara teknis
dibentuk tim kecil renovasi perbaikan gereja dampak gempa sementara secara
administratif perlu dibuatkan surat pernyataan kondisi faktual gereja terkait bantuan yang diberikan oleh
umat sekaligus pendataan kondisi umat terdampak. Hal lain yang dibahas adalah kerjasama berkaitan
dengan tim relawan Karina Karitas Keuskupan Denpasar yang akan berposko di
Paroki Mataram sehingga keterlibatan OMK dan WKRI serta PMKRI juga umat dalam
karya relawan untuk melayani umat dan warga lintas agama yang terdampak gempa
di Pulau Lombok. Hal penting lainya
adalah menunjuk tim kerja untuk menilai secara teknis kelayakan gedung gereja
bagi kegiatan misa, sejalan dengan itu maka sementara misa dipindahkan ke aula
paroki ditambah tenda dengan fasilitas darurat.
Disepakati misa hanya hari Minggu dengan 2 kali misa, yakni misa pagi
pukul 07.30 wita dan sore pukul 16.00 wita, mengingat kondisi listrik gereja
belum pulih yang kemudian diubah menjadi misa pertama 07.30 dan misa ke dua
08.30 wita.
Pendataan
kondisi umat dikoordinir oleh para ketua lingkungan dan ketua KBG dengan
data-data kerusakan dan kebutuhan serta penanganan teknis. Berdasarkan arahan Rm. Maryono, Pr “ Tolong
para ketua Lingkungan berkoordinasi dengan ketua KBGnya untuk pendataan yang
menyeluruh para saudara kita yang terdampak, baik rumah rusak juga yang
luka-luka, kemudian data di koordinasikan dengan paroki. Untuk teknisnya peran serta KBG kemudian
Lingkungan melakukan tindakan perbaikan secara gotong royong yang juga diback
up oleh paroki sebagai gereja yang hadir bagi umat”.Namun secara teknis
pelaksanaan perbaikan baru bisa dilakukan setelah masa tanggap darurat di cabut
oleh gubernur.
Saat
yang ditunggupun tiba kepala BMKG pusat melakukan konfrensi pers 8/8/2018, di
Lapangan Rembiga pukul 00.00 wita, yang menyatakan gempa dalam skala besar
telah melewati fasenya, yang tersisa hanya gempa-gempa kecil, wargapun mulai
kembali normal bekerja normal keesokan harinya, pada sekitar pukul 14.00 gempa
dengan magnitudo 6,2 SR dengan gerakan vertikal dengan durasi yang signifikan
kembali menghantam dan meluluhlantakan Lombok.
Kerusakan parah terjadi dimana-mana.
Gedung perkantoran, toko dan mini market, fasilitas umum serta rumah
warga semakin luas alami kerusakan hingga rata tanah. Korban jiwa yang sudah
ratusan semakin bertambah akibat tertimpa bangunan rubuh. Kondisi setelah gempa 6,2 SR ini lebih parah
dengan korban jiwa yang signifikan sementara bangunan semakin banyak yang tidak
layak. Seorang penjaga parkir di samping
gereja Mataram, menceritakan bagaimana ia kejatuhan plafond dan lemari di
rumahnya sebelum ia akhirnya keluar dan rumahnya yang rata tanah. Saat ia ini tidur di tenda di trotoar jalan. Kondisi yang sama terjadi di gedung gereja,
dimana seluruh plafond terlepas, sementara pastoran yang pada saat gempa 7,0
sr, masih dalam kondisi aman, kini mengalami retakan-retakan pada dinding dan
genteng melorot, sehingga beberapa plafon pastoran rusak. Para pastor terpaksa harus melewati malam di
dalam tenda darurat bertemankan dingin dan mencekam.
Misa
perdana pasca gempa adalah tanggal 12 Agustus 2018, dalam kondisi darurat di
aula paroki. Misa dimulai pukul 07.30
wita oleh Romo Eligius, Pr. Umat yang
menghadiri misa sekitar 800 orang. Lebih
banyak umat menempati tenda dengan alasan tertentu. Kondisi yang sama pula terjadi pada misa
pukul 16.00 wita. Situasi waspada dan
trauma masih nampak pada wajah umat. Hal
ini dapat dilihat dengan reaksi umat ketika mendengar suara kendaraan besar
yang lewat, seketika bereaksi dengan menengok atau berdiri. Menanggapi kondisi
darurat dengan misa seperti ini, umat mengerti dan memahami karena selain
keamanan dan kelayakan gedung gereja belum dipastikan, umat memilih lokasi misa
yg lebih aman.
Sementara
di paroki Ampenan, meskipun umat mengungsi ke halaman samping pastoran juga
halaman rumah retret Aryo, serta beberapa yang membuka tenda di depan rumah
mereka, tetap mengikuti misa seperti biasa di Gereja St. Antonius Padua.
Harapan
dan impian warga akan berhentinya ancaman gempa ternyata tidak terpenuhi,
serentetean gempa kembali menghujam bumi seribu mesjid secara
bergelombang-gelombang, membawa penumpang kerusakan dan kengerian. malam-malam kini menjadi semakin sepi dan
mencekam. Warga semakin takut dan
memilih tinggal di luar rumah dengan tenda-tenda terpal beralaskan tikar. sementara ancaman lainya adalah pencurian dan
perampokan mulai menyapa dalam ketakutan.
gempa masih berlanjut mulai dari skala tidak terasa hingga kembali 7,0
sr menurut BMKG tanggal 19 Agustus 2018, disusul gempa 6,4 sr dan susul
menyusul. Bagaikan teror terus merayap
melemahkan sendi-sendi kokoh yang sudah perlahan terbangun. Hingga hari ini setelah tanggap darurat akan
dicabut, gempa masih terjadi dimana terjadi sebagian besar di malam hari. Yang
paling terdampak dalam situasi ini adalah anak-anak setiap memasuki malam.
Bantuan dan Relawan
Berdasarkan
pengamatan dilapangan, bantuan hingga tanggal 7 Agustus belum masuk KLU,
sehingga para korban gempa mulai mengalami kesulitan khsusnya sembako. Tim Karina Keuskupan Denpasar telah hadir di
Paroki Mataram sejak tanggal 7 Agustus 2018 dengan langsung melaku koordinasi
dan membentuk tim lokal untuk turun lapangan khususnya ke wilayah terdampak
yang saat itu belum tersentuh bantuan.
Langkah-langkahnya antara lain dengan pendataan jumlah KK dan kebutuhan
pokok yang diperlukan. Tim Karina
Denpasar berkekuatan 36 personel dengan komposisi 8 personil Karina dari
Kesukupan, Karitas Tanjung karang Lampung dan Karitas Jakarta sementara sisanya
adalah Karina Lokal gereja Mataram. Dibawah
koordinasi pastor paroki Mataram, tim ini bergerak hingga pelosok dusun di
KLU.
Wilayah
pelayanan meliputi kecamatan Bayan yakni desa Loloan hingga Torean di kaki
gunung Rinjani, Lombok Utara. Dengan jarak tempuh sedikitnya 80 km dari
Mataram. Distribusi bantuan meliputi
bahan-bahan kebutuhan sehari-hari seperti alat mandi, Beras, air mineral, bahan
makanan praktis seperti biskuit, mie, pembalut wanita, selimut, sabun, syampo, terpal/tenda,
tikar/matlas, masker, ember bahkan generator serta beberapa kebutuhan
anak-anak.
Berdasarkan
data yang diperoleh dari posko Karina paroki Mataram, yang gudang poskonya
berlokasi di kantor Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cab. Lombok, menjelaskan
bahwa distribusi yang sudah berjalan hampir seluruhnya berlokasi di KLU, namun
bukan berati lokasi sekitar Gunung Sari, bahkan Pancor, Kota Mataram, Ampenan tidak terlayani, lokasi
pengungsian di halaman gereja St. Antonius Ampenan, Lapangan Upacara Gebang
umat 30 KK, halaman susteran Sfd Ampenan 40 orang serta umat yang dibawah
koordinasi ketua lingkungan telah mendapatkan bantuan seperti terpal, selimut,beras,
keperluan makan dan air mineral. Menurut
keterangan Rm. Maryono, Pr, “untuk memperoleh bantuan, cukup koordinasi dengan
ketua lingkungan masing-masing, karena yang mendata itu kepala lingkungan dan
KBG nya. Bantuan tersedia di posko
Karina, dan di sana ada OMK, PMKRI, WKRI serta umat yang bersedia terlibat,
jadi semua berjalan lancar dan terlayani.
Sementara untuk kerusakan fisik bangunan tempat tinggal, setelah di data
di lingkungan dan KBG, tolong KBG dan Linglungan gotong royong semampunya
menangani, paroki akan melengkapi kekurangan sesuai kemampuan. Dan ini dilakukan setelah selesai masa
tanggap darurat. Untuk korban di KLU,
ditangani dengan perencanaan dan koordinasi dengan pihak yang terkait, yah
kepala dusun, RT, Kepala lingkungan desan dan dusun setempat, ini semua data
tercatat dengan rapi di posko kita, siapa, kemana, apa yang dibawa dan
seterusnya, semuanya transparan, boleh dilihat di posko kita”.
Dalam
pendistribusian tanggal 20 agustus 2018 kemarin, di dusun Karang sobar, desa
Sokong KLU, tim berangkat dengan kekuatan 5 personil yakni Sr. Adelia, Jati,
Iwan, Ernest, Bpk John Lela Ona membawa kebutuhan yang sudah didata, memasuki
wilayah terdampak parah. Dimana seluruh dusun alami rusak parah. Mulai dari rumah, masjid, sekolah serta sarana
umum dusun. Menururt Pak Nurmah kepala
Dusun, “Para penduduk mengungsi di lahan perbukitan berjumlah 40 KK, banyak
anak-anak juga ada bayi yang baru
bulan. Maaf pak ini darurat,
memang beginilah keadaannya. Ada
beberapa lokasi pengungsian namun tersebar di beberapa lokasi. Di wilayah sana
ada 30 KK, kemudian dilokasi berikutnya
ada 133 KK”. Lokasi pengungsian merupakan lahan yang cukup aman,
melewati pekuburan dusun, bercampur dengan lahan pembuangan sampah dan kandang
sapi dan kambing. Kondisi warga
memprihatinkan.
Rupanya
kedatangan tim Karina sudah dinantikan sejak pagi hari, namun karena
terkendalam teknis mobil, maka tim terpaksa terlambat. Teknis lapangan yang dilakukan tim adalah
langsung mengumpulkan anak-anak pada lokasi terpisah, kemudian melakukan
kegiatan semacam pendekatan sosial untuk traumatik anak yakni dengan bermain
dan membagikan makanan anak-anak.
Sementara bapak ibunya menerima distribusi keperluan hidup keluarga yang
saat ini semua tinggal di tenda. Saat
tim tiba di lokasi, lebih banyak kaum wanita oleh karena kaum pria masih sibuk
kerja di sawah atau ladang. Dalam
wawancara dengan ketua RT setempat, ketua tim distribusi mengenalkan Karina
Mataram dan asal sumbangan yang dibawa.
Kemudian mendata kondisi pengungsian termasuk ketersediaan air bersih,
MCK, alat masak. Menurut keterangan RT,
bahwa air bersih hanya bersumber dari sumur warga, namun belum memiliki
penampungan air/tandon air. Tandon air
yang tersedia hanya satu untuk 40 KK, tentu sangat terbatas. Distribusipun berjalan dengan lancar.
Sementara
distribusi dilanjutkan di dusun 2 Karang Sobar, arah2 km sebelahBarat. Dengan
jumlah 30 KK. Berdekatan dengan dusun 3
Karang Sobar dengan 133 KK. Sebagian
besar rumah warga rata tanah, ada beberapa yang masih berdiri dengan
retak-retak dan terbelah. Sementara
tenda-tenda dibangun diantara reruntuhan rumah.
Kondisi yang sama seperti pada dusun sebelumnya, hanya warga tidak
memiliki lapangan yang cukup luas untuk mengungsi, sehingga mereka membangun di
tanah kosong diantara reruntuhan.
Distribusi berlangsung lancar walau ada beberapa warga yang kecewa
karena tidak kebagian bantuan akibat tidak terdaftar dalam data yang
dikeluarkan oleh Kadus. Dengan langkah yang sama, ketua tim melakukan
perkenalan dan pendataan kebutuhan-kebutuhan warga, serta menyebutkan asal dan
misi yang dibawa, tanggapan warga sangat baik, karena sebagai aksi kemanusiaan
dan bukan aksi dengan niat yang lain.
Dengan
pola-pola yang serupa, Tim
Karina ini terus mendistribusikan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi warga
terdampak di dusun-dusun di wilayah KLU.
Johny Lelaona menjelaskan kegiatan ini sangat bergantung pada kekuatan
data lapangan, karena jangkauanya luas. Upaya-upaya ini dapat berlangsung
hingga fase recovery. Ini tentunya kita tidak berjalan sendiri, kita bekerja
dalam rencana yang matang justru bersama elemen-elemen lain yang terjun dalam
bencana ini.
Dalam tata cara penanggulangan bencana ada
beberapa langkah yang dilakukan yakni Saat Bencana (Tanggap darurat), Serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana yang bertujuan untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi kegiatan :-penyelamatan dan
evakuasi korban maupun harta benda, -pemenuhan kebutuhan dasar, -perlindungan, -pengurusan pengungsi, -penyelamatan,
sertapemulihanprasarana dan sarana. Tahap berikutnya Pasca Bencana
(Recovery), Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu
rehabilitasi dan rekonstruksi.-Rehabilitasi adalah perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayahpascabencanadengansasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.-Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Sementara
itu, bertempat di rumah retret Aryo Ampenan, elemen karitas Bandung yang
dipimpin oleh Romo Darwinto, Pr dengan 2 orang tim membuka pelayanan bagi
korban terdampak gempa Lombok. Wilayah
yang dilayani juga meliputi KLU, Lombok Timur dan kantong-kantong pengungsian
sekitar gereja St. Antonius Ampenan.
Dengan melibatkan tim lokal yakni para suster Fransiskus Dina Ampenan
dan umat.Tim karitas Bandung menyalurkan kebutuhan-kebutuhan seperti terpal,
selimut, ember, air mineral, beras, mie, alat cuci mandi, matras dan masker. Menurut romo Darwinto, tim karitas Bandung
ini mendistribusikan secara langsung pada warga terdampak, sehingga kekuatan
data dan lokasi memang harus akurat. Terutama
terpal yang paling banyak kami salurkan khususnya di wilayah-wilayah yang
minim. Paket-paket kebutuhan hidup, alat mandi dan masker.
Bencana
gempa ini selain berdampak pada bangunan bahkan jiwa, yang juga merasakan
dampaknya adalah anak-anak. Dalam
pemantauan lapangan, sekolah-sekolah meliburkan siswanya, namun unit-unit dalam
Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok, justru sejak tanggal 13 Agustus
2018 masuk sekolah. Kegiatan yang
dilakukan adalah trauma healing bagi para siswanya dengan menghadirkan
pakarnya, seperti di TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan, kehadiran dr. H Iskandar
Leman bersama para suster SSPS untuk memberikan trauma healing disekolah. Kegiatan ini membawa suasana psikologis anak
lebih terbuka dan suka cita.
Pada
kesempatan lain, tim karitas Bandung memberikan pelayanan khusus bagi para
pendidik TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan adalah membangun sistem sekolah
aman bencana. Kegiatan walau bersifat
mendadak karena kesibukan tim karitas Bandung, namun dapat menjangkau seluruh
guru TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan untuk menjadi agen-agen dalam
sekolah aman bencana di unit kerja masing-masing. (Komsos MTR).