SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Minggu, 18 Maret 2018

rekoleksi keluarga

REKOLEKSI PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK
MENINGKATKAN IMAN KELUARGA KATOLIK

Mataram, 17 Maret 2018

”...Perkawinan se-iman katolik adalah garansi yang lebih besar dalam mengatasi problem seperti perceraian saat ini...”. 

“tantangan dan cobaan begitu kuat mendera keluarga-keluarga katolik, bahkan dalam berkas-berkas yang saya ajukan ke TRIBUNAL itu, ternyata paroki Mataram menempati posisi nomor satu terbanyak! Waduh!, ini artinya apa?....”

R
ekoleksi pendampingan keluarga katolik di paroki Maria Immaculata Mataram mengambil tema “Meningkatkan Iman Keluarga Katolik” berlangsung pada hari Minggu 17 Maret 2018 dengan menghadirkan narasumber tim Kerasulan Keluarga Keuskupan Denpasar.  Kegiatan ini diikuti oleh sedikitnya 31 PASUTRI dengan usia perkawinan beragam. 


Romo Lorensius Maryono, Pr sebagai pastor paroki dalam sapaan kasihnya menyampaikan kondisi keluarga keluarga katolik saat ini, yang mana begitu banyak riuh rendahnya perjalanan perkawinan.  Hidup dalam perkawinan bukanya tidak ada salib, namun jatuh bangunnya keluarga itu seharusnya menjadi suri teladan salib iman itu sendiri.  “tantangan dan cobaan begitu kuat mendera keluarga-keluarga katolik, bahkan dalam berkas-berkas yang saya ajukan ke TRIBUNAL itu, ternyata paroki Mataram menempati posisi nomor satu terbanyak! Waduh!, ini artinya apa? Sepertinya saya gagal dalam membina keluarga katolik dalam hidup keluarga katolik, atau mungkin juga selama ini tidak pernah diurus oleh keluarga-keluarga itu” ujar pastor yang hitam manis ini.

Lebih lanjut Romo Mar menyampaikan bagaimana kondisi keluarga katolik yang kurang dalam membina iman keluarga.  Doa-doa keluarga yang merupakan nafas iman katolik semakin jarang dilakukan, keluarga kurang mengambil peran dalam doa apalagi renungan kitab suci KBG, hidup milenium dengan berbagai hiruk-pikuknya menjadi warna keluarga katolik saat ini.  Kurangnya bina iman keluarga, menyebabkan kurang suka cita iman dalam keluarga.  Abses-absesnya kondisi keluarga katolik menjadi tercerai-berai dari kawanannya, ayahnya punya kesibukan sendiri, ibunya repot mengurus yang lain, sementara anak-anak mencari yang lain.  Memang tidak semua keluarga katolik seperti ini, namun begitu tajamnya perpecahan rumah tangga, brokenhome, perselingkuhan mengancam keutuhan rumahtangga katolik.  Itulah mengapa perlu pendampingan keluarga seperti yang akan diberikan oleh tim kerasulan keluarga ini.   Kegiatan ini sekaligus menjadi rekoleksi keluarga katolik dalam menyiapkan keluarganya memasuki paskah 2018 ini.  Sementara Romo Adhi Harun,Pr sebagai pastor koordinator kerasulan keluarga keuskupan denpasar menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah karjanyata dari hasil sinode 2018 yakni program pendampingan keluarga dan kaum muda dengan TURBA (turun ke bawah) langsung agar lebih efektiv.

Dari hasil pengamatan, peserta yang hadir ternyata tidak hanya pasutri, namun juga bapak-bapak atau ibu-ibu tanpa pasangan serta para remaja OMK walau jumlahnya tidak banyak.  Dalam pemaparannya, Bapak Lorens Soge M menyampaikan secara gamblang mengenai surat Bapa Suci tentang “Amoris Laetitia” yakni suka cita cinta kasih dalam keluarga.  Penekanan yang sangat mendasar secara psikologis untuk membangun keluarga katolik yang menghadirkan Allah dalam ikatan perkawinan itu menjadi semakin indah seperti batu permata yang bernilai, hal ini karena semakin bertambahnya usia perkawinan, kodisi “biasa” semakin menyelimuti keluarga.  Cita-cita hidup bahagia agaknya bergesar dari nilai kasih yang hakiki kepada hal “biasa”.  Pengalaman masa-masa “pacaran” dulu yang menghargai nilai-nilai sesama, setia saling hormat dan menghargai semakin kabur seiring waktu.  Amarah dan kecewa lebih akrab dibandingkan dengan pujian dan apresiasi dalam keluarga.  Dominasi-dominasi menjadi sajian meja makan menggantikan doa syukur dan pujian.  
Seruan Bapa suci agar keluarga lebih fokus pada pengalaman konkret hidup keluarga yakni hidup dalam terang keluarga untuk setia, saling menghormati satu sama lain, memiliki rasa hormat pada orang tua (lansia) dan hindari gaya hidup individualistis, oleh karena individualistis menyulitkan keluarga dalam pemberian diri bagi sesama.

Situasi keluarga hasil FGD dalam sinode menunjukkan bahwa keluarga menghadapi tantangan-tantangan seperti rapuhnya nilai kesetiaan dalam perkawinan yang katolik akibat gaya hidup hedonisme, konsumerisme dan materialisme yang semakin kuat.  Kemerosotan penanaman dan penghayatan katolisitas dalam keluarga seperti menurunnya hidup doa keluarga, doa pribadi dll, serta tantangan keluarga dari lingkungan masyarakat yang semakin kuat, hal ini seperti kurangnya transparansi pasutri, kurangnya kerukunan keluarga, kurangnya komunikasi keluarga, kurangnya kesetiaan pasutri, meningkatnya KDRT dll. 

Pada bagian lain Romo Adhi Harun Pr menyampaikan pengertian, tugas dan fungsi keluarga katolik dalam ajaran gereja katolik.  Sebagai suatu komunitas cinta kasih, keluarga katolik membentuk pribadi-pribadi yang katolik, keluarga katolik berpihak pada kehidupan bukan sebaliknya melakukan aborsi dll, serta ikut serta dalam pengembangan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Keluarga katolik menjadi bagian dari gereja universal dimana Injil itu  disebarkan dan kemudian Injil itu memancarkankan sinarnya.  Salib Kristus adalah sebuah kekuatan dan trilogi iman dalam keluarga, yakni sengsara, wafat dan bangkit, demikian pula dalam keluarga katolik.  Salib bagi orang katolik adalah kemenangan, demikian pula keluarga katolik, ketaatan, kesetiaan, saling menghormati, saling menyayangi hidup doa keluarga baca kitab suci menjadi warna katolisitas keluarga katolik.  Permasalahan bukannya tidak sedikit, bahkan mengancam, namun dengan membangun relasi yang indah antara anggota keluarga dengan nilai-nilai katolik tentunya keluarga katolik dapat menghadirkan Injil didalamnya, menjadi terang bagi masyarakat.

Pada sesi akhir romo Adhi Harun Pr menyingung permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan lembaga TRIBUNAL yakni lembaga yang menangani permasalahan-permasalahan yang berat dan pelik dalam perkawinan katolik.  Lembaga ini menurut istilah romo Adhi, adalah perpanjangan dari kasih Allah.  Pada sesi ini peserta sangat antusias dalam memberikan tanggapan pertanyaan.  Sepertinya sangat menarik lembaga TRIBUNAL ini.  Salah satu pertanyaan yang menarik dari Bp. C Suryadi adalah, lembaga ini seakan-akan memberikan celah perceraianan.  Menurut  romo Adhi, TRIBUNAL adalah lembaga  perpanjangan dari kasih Allah jadi lebih berpihak pada anti perceraian.  Lembaga ini justru mengurus orang-orang yang sudah cerai lebih dari 5 tahun, sudah tidak mungkin lagi dipersatukan karena sudah punya pasangan sendiri-sendiri, kemudian adanya halangan seperti penipuan perkawinan, penculikan, KDRT dll.  “Jadi jujur saja, tidak semua perkara perkawinan itu langsung kami tangani.  Semua harus berawal dari penyelidikan setelah berkas kami terima dari pastor paroki.  Dan ini minimal memakan waktu 2 tahun ” ujar romo Adhi. 

Lebih lanjut Suster Valent menambahkan,  “ perlu bapak ibu ketahui, tidak semua permasalahan perkawinan itu akan disetujui untuk dibatalkan perkawinannya, bahkan sangat sedikit.  Itu karena hasil penyelidikan yang runtut mulai dari orang-orang yang terdekat bukan mantan istri atau suaminya, terus berlanjut berlanjut apa, siapa bagaimana dan dimana konsultasi masalah itu sudah dibicarakan dan seterusya, jadi tidak serta merta langsung TRIBUNAL”.   

Romo Adhi menegaskan “kondisi-kondisi permasalahan keluarga saat ini karena melemahnya kontrol keluarga terhadap calon pasutri, beda iman, kawin campur dengan dispensasi, semua ini seolah-olah menjadi ciri-ciri milenium, namun menjadi bom waktu dimasa depan.  Kemudian hal yang lain lagi kurangnya persiapan perkawinan, calon pasutri tidak melalui masa periapan perkawnan yang utuh karena hamil duluan atau yang lainnya, sehingga pastor dikejar-kejar agar segera memberkati perkawinannya.” Berkaitan dengan perkawinan campur atau dispensasi romo Adhi tegaskan, ”...Perkawinan se-iman katolik adalah garansi yang lebih besar dalam mengatasi problem seperti perceraian saat ini...”.  mengapa demikian? Diilustrasikan oleh romo kejadian riil, dimana salahsatu pasutri yang sudah hidup dalam perkawinan campur katolik dan non katolik.  Yang wanita katolik dan pria non katolik, ketika terjadi permasalahan keluarga, sang pria pergi meninggalkan wanitanya bersama anaknya, dan menikah dengan wanita lain yang sama-sama non katolik, si wanita katolik ini tidak bisa menikah lagi karena terikat dengan perkawinan katolik.  Dan kalau masih ingin menikah lagi, harus menyelesikan masalah ini dengan TRIBUNAL. Apakah si wanita ini masih bisa komuni? Jawab romo adhi, “bila si wanita atau pria katolik yang bermasalah seperti ini bisa menerima komuni dengan sakramen tobat/pengakuan terlebih dahulu kepada pastor paroki, namun bila ternyata masih mau menikah lagi, atau menikah lagi, hak tersebut dicabut! Dan harus selesaikan masalah perkawinan katoliknya dengan TRIBUNAL hingga memperoleh pembatalan nya dan hak komuni itu diberikan”.  (Komsos Mtr)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar