SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Sabtu, 31 Maret 2018

kamis Putih


“Kita sangat beruntung dan berbahagia, karena sesungguhnya apa yang kita alami saat ini adalah buah-buah dari belas kasih Allah yang tidak hanya kita dengarkan, tetapi sungguh dapat kita lihat didepan mata kita sendiri”.

Waktu masih menunjukkan pukul 17.30 wita, ruang dalam gereja Katolik St. Maria Immaculata Mataram sudah dibanjiri oleh nuansa putih umat dengan pakaian yang dikenakan.  Pada sudut-sudut ruang tampak patung sakramentalia masih terbungkus kain ungu demikian pula salib besar di atas tabernakel.  Sesekali tampak berlalulalang petugas berselempang mengatur posisi duduk umat pada kurs umat yang memang sudah penuh itu.  Suasana  sore ini serasa terlalu hangat, entah karena cuaca yang memang panas sejak pagi, atau karena banyaknya umat yang hadir.  Baru beberapa saat berlalu polisi selesai menyisir lokasi-lokasi dan masih melakukan serangkaian pengamanan di lokasi-lokasi khusus gereja.


Altar kudus putih berkilau, kembang putih berdaun hijau berbaris berayun dipelataran bawah meja altar indah tertata wanita katolik siang tadi, lilin-lilin  putih menyala menari- narikan lagu dipanggung pujian hadirkan kemilau Dia yang dikenang. 

Di pelataran halaman depan dan samping mulai dipenuhi umat setelah aula gereja tak mampu menampung kehadiran umat. Sejauh mata memandang hanya terlihat warna putih dan putih, suasana putih sungguh menjadi dominan dan menguasai hati dan pikiran umat saat ini. 
Perarakan kamis putihpun dimulai dari samping gereja mengikatari halaman dan masuk melalui gerbang masuk depan gereja. “selayaknya kita, berbangga akan salib Yesus Kristus...” suara koor lingkungan St. Yohanes Babtis Rembiga menyambut perarakan, membentangkan peristiwa dijalan ke altar Putih, “ Kristus sudah mengosongkan diri Nya, dengan mengambil rupa seorang hamba....” suara solo  dari koor merayapkan nuansa syukur di dasar hati.
Misa dipersembahkan oleh seorang romo muda yang berenergi, Romo Eligius, Pr.  “Pada hari ini kita semua mengenangkan kembali sebuah peristiwa besar dalam keselamatan manusia, peristiwa keteladanan melayani dan berkorban.  Peristiwa perjamuan sang Guru dan Tuhan kita Yesus Kristus” demikian rm Eli mengawali misa.
Dalam homilinya, rm. Eli menyampaikan bagaimana kita sangat beruntung dan berbahagia, karena sesungguhnya apa yang kita alamai saat ini adalah buah-buah dari belas kasih Allah yang tidak hanya kita dengarkan, tetapi sungguh dapat kita lihat didepan mata kita sendiri.  Keteladanan hidup sang Kristus dalam melayani, bahkan memberi diriNya sendiri sebagai korban silih bagi kita yang dicintainya.  Pembasuhan kaki merupakan suatu tanda dan teladan yang meskipun sudah seringkali kita lihat atau bahkan kita alami, namun maknanya belumlah kita pahami secara mendalam.  Pembasuhan kaki justru menjadi dasar kita dalam interaksi dan relasi sesama.  Kerendahan hati, mau menyangkal diri, memberi diri seperti Yesus pada murid-muridnya, demikian juga kita mau melakukan itu dalam hidup kita. 
Mengenang dan melakukan ritual basuh kaki, memang dua hal yang berbeda.  Kita kebanyakan baru bisa sampai pada mengenang kemudian mendramatisasinya atau melihatnya dalam misa kamis putih ini, namun seharusnya kita-pun seyogyanya mampu melakukan itu justru dalam hidup kita sehari-hari.  Melayani seperti Yesus yang sudah teladankan.  Mari kita yang saat ini sedang berjuang dalam memaknai arti Kamis putih ini, menjadikan teladan Yesus ini dalam hidupkan diri kita ditengah kelarga dan masyarakat.
Perjamuan kudus dengan warna basuh kaki, pemberian diri sang Guru, menjadi tubuh dan darah bagi kita. Suatu fakta yang tiada mudah untuk dimengerti.  Batasan pikiran sebagai sumber informasi tak kunjung cerap mencerna ini.  Hati yang bertanya tiada puas mendapat jawab.  Semua indra serasa tiada benar.  Ada banyak tanya dalam benak, dahi berkerut mencari jawab, apa, kenapa dan mengapa? Hanya putih bersih bagai salju yang tampak.  Dia sudah memberi tanpa harus kita mengerti, mungkin waktu kita yang masih dangkal, pecahkan misteri ini.  Biar hanya iman saja yang cerap mampu mengunyah meresap rasa, berlutut percaya dalam 3 saat peristiwa perarakan sakramen maha kudus.  “ Tantum ergo sacram’entum, vener’emur c’ernui, et anti’quum docum’entum...” sujud menyembah umat mengiringi hormat dan syukur pada sakramen maha kudus ke dalam ruang adorasi gereja.

Kini altar kudus sepi tiada warna, tabernakel terbuka lebar, kosong berongga.  Meja altar bagai telanjang, tiada hias, tiada kembang, tiada kilau lilin-lilin menari.  Wajah umat beralih pada tuguran malam di sakramen maha kudus silih berganti doa-doa terucap, syukur dan puji terangkat hingga pagi hari berteman akrab dengan sang Kudus di balutan kesucianNya. (Komsos Mtr).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar