SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Sabtu, 31 Maret 2018

minggu Palma

Perayaan Minggu Palma

Mungkin kita  juga memiliki iman seperti ini, musiman, suka rame-rame! Tidak mengerti, tidak paham rencana Yesus bagi kita.  Mungkin kita juga kecewa pada Yesus sepeti orang Yahudi, lalu menjadi umat yang suka rame-rame, ikut-ikutan, musiman, apakah itu ke gereja, di KBG atau apapun untuk Tuhan, dilakukan sebatas “Rame-rame”.


Misa perayaan Minggu Palma di paroki St. Maria Immaculata Mataram berlangsung dengan khidmat.  Misa dipesembahkan oleh Rm. Lorensius Maryono, Pr ini mengawali misa dengan pemberkatan daun palma di aula gereja  kemudian dilanjutkan dengan perarakan ke dalam gereja dengan meriah laksana Yesus memasuki kota Yerusalem.  Sorak sorai umat “Hosana Putra Daud ! “ memenuhi ruang dan waktu mengiringi sang sabda yang mengendarai keledai saat itu.  “Yerusalem, Yerusalem, lihatlah raja Mu”....

Perarakan ini lebih meriah lagi dengan lambaian daun-daun palma dipelataran gereja oleh umat, jubah merah pastor aroma asap dupa, salib panjang hitam sang ajuda mengantar umat menapaki tangga tangga pelataran gereja.  Sorak sorak mulai berganti senyap, bagai mengantar derita mengenang luka sengsara, daun palma masih melambai, tiada lagi sorak hosana.  Langkah masuk altar gereja dengan palma melambai dengan sajian lagu khas jumat agung, “mari kita merenungkan...”.  Makna yang segera berganti justru saat pernyataan sang penguasa di depan gerbang Yerusalem.  Sebuah mimikri yang bernuansa berbeda teraji, “Tidak bisakah batu-batu itu bersorak-sorai?”.
Dalam homilinya Romo Mar menyampaikan kondisi umat Mataram.  Seperti dahulu dipelataran Yerusalem umat Yahudi mengelu-elukan Yesus dengan “Hosana putra Daud!” Terpujilah Yang datang dalam nama Tuhan!” harapan teguh setegak batu karang menahan gelombang, yakin dan percaya.  Hosana berubah jadi “enyahlah!, salibkan!” sorak sorai menjadi umpatan, geraman makian.  Umat kecewa oleh karena Yesus ternyata tidak seperti yang diharapkan, Yesus adalah penyelamat palsu.  Karena dalam pikiran mereka hanya untuk kepentingan diri mereka sendiri. Padahal Yesus justru menyatakan kehendak Bapa Nya. Manusia menjadi keluarga besar Allah. 
Kondisi umat saat itu, memiliki iman yang hebat, iman yang rame-rame, iman yang musiman, iman yang ikut-ikutan. Satu berteriak “salibkan Dia!”, ikut-ikutan berteriak.  Orang-orang yang beriman demikian ini yang menyalibkan Yesus!. 
Mungkin kita juga juga memiliki iman seperti ini, musiman, suka rame-rame! Tidak mengerti, tidak paham rencana Yesus bagi kita.  Mungkin kita juga kecewa pada Yesus sepeti orang Yahudi, lalu menjadi umat yang suka rame-rame, ikut-ikutan, musiman, apakah itu ke gereja, di KBG atau apapun untuk Tuhan, dilakukan sebatas “Rame-rame”.   Allah yang maha kuasa itu kita simpan nun jauh di sana, di suatu tempat yang tinggi, kita perlu Dia jika ada kepentingan, entah anak menikah, cucu dibaptis, atau yang lainnya,  trus bagaimana? Jika Sehat waktu untuk Tuhan sebatas musiman, tapi sibuk mengurus hal-hal dunia yang  sia-sia.   Jika demikian apakah perbedaan  kita dengan umat Yahudi jaman Yesus 2000 tahun lalu itu?   Saat ini kondisi umat seperti yang terlihat begitu tumpah ruah, parkiran, aula, garasi dan halaman bahkan jalan depan gereja penuh.  Tapi lihatlah hari minggu biasa, sangat bertolak belakang.  Inilah iman yang musiman itu, iman yang rame-rame itu. 
Dalam pengamatan, terhitung sedikitnya lebih dari 3.000 orang mengikuti misa hari itu, dengan pengawalan jajaran polisi dari POLDA NTB di depan gereja.  Untuk mengantisipasi membludaknya umat, panitia telah menyediakan terop sepanjang halaman depan dan rumah pastoran, namun tetap tidak mencukupi. 


Makna Daun Palma
Daun palem adalah simbol dari kemenangan. Daun palem ini membawa arti ke arah ikonik Katolik. Daun palem digunakan untuk menyatakan kemenangan martir atas kematian. Martir sering digambarkan dengan daun palem di antara tempat atau tambahan untuk instrumen dari kesyahidan.  Kristus kerap kali menunjukkan hubungan daun palem sebagai simbol kemenangan atas dosa dan kematian. Lebih jelas lagi, hal itu diasosiasikan dengan kejayaan-Nya memasuki Yerusalem.
Daun palem memiliki warna hijau, hijau adalah warna dari tumbuh-tumbuhan dan musim semi. Oleh karena itu simbol kemenangan dari musim semi atas musim salju atau kehidupan atas kematian, menjadi sebuah campuran dari kuning dan biru itu juga melambangkan amal dan registrasi dari pekerjaan jiwa yang baik.
Saat Minggu Palma, umat melambai-lambaikan daun palem sambil bernyanyi. Hal ini menyatakan keikutsertaan umat bersama Yesus dalam arak-arakan menuju Yerusalem. Ini menyatakan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang: kota Allah, di mana ada kedamaian. 
Minggu Sengsara

Pada Minggu Palma, gereja tidak hanya mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem melainkan juga mengenang akan kesengsaraan Yesus. Oleh karena itu, Minggu Palma juga disebut sebagai Minggu Sengsara. Dalam tradisi peribadahan gereja, setelah umat melakukan prosesi daun palem (melambai-lambaikan daun palem), umat akan mendengarkan pembacaan kisah-kisah sengsara Yesus yang diambil dari Injil. Memang kisah-kisah ini akan dibacakan ulang dalam liturgi Jumat Agung tetapi pemaknaannya berbeda. Pembacaan kisah sengsara Yesus dalam liturgi Minggu Palma dimaksudkan agar umat mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada kejayaan-Nya memasuki Yerusalem melainkan pada peristiwa kematian-Nya di kayu salib. (KOMSOS Paroki MTR) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar