SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Sabtu, 15 Desember 2018

peristiwa



serangkaian gempa melanda Lombok
July - agustus 2018


“untuk memperoleh bantuan, cukup koordinasi dengan ketua lingkungan masing-masing, karena yang mendata itu kepala lingkungan dan KBG nya.  Bantuan tersedia di posko Karina, dan di sana ada OMK, PMKRI, WKRI serta umat yang bersedia terlibat, jadi semua berjalan lancar dan terlayani.  Sementara untuk kerusakan fisik bangunan tempat tinggal, setelah di data di lingkungan dan KBG, tolong KBG dan Linglungan gotong royong semampunya menangani, paroki akan melengkapi kekurangan sesuai kemampuan.  Dan ini dilakukan setelah selesai masa tanggap darurat.  Untuk korban di KLU, ditangani dengan perencanaan dan koordinasi dengan pihak yang terkait, yah kepala dusun, RT, Kepala lingkungan desan dan dusun setempat, ini semua data tercatat dengan rapi di posko kita, siapa, kemana, apa yang dibawa dan seterusnya, semuanya transparan, boleh dilihat di posko kita”.
Rentetan kejadian gempa yang mencekam melanda Pulau 1000 mesjid, di awali degan gempa bumi seperti diketahui, gempa bumi tektonik mengguncang Lombok, Bali dan Sumbawa Minggu (29/7) dengan kekuatan 6,4 SR. Gempa yang terjadi sekitar pukul 05.47 WIB tersebut terletak pada koordinat 8,4 LS dan 116,5 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 km. Dengan kekuatan 6,4 SR yang berpusat di wilayah Timur P.Lombok, yang berdampak pada rusaknya sarana umum seperti sekolah dan rumah sakit serta perumahan penduduk khususnya di wilayah Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara.  Getaran yang mengagetkan itu terjadi di pagi hari ketika umat bersiap akan berangkat misa Minggu pagi dan disusul dengan gempa 5,0 sr dalam jeda waktu sekitar 30 menit, ternyata menjatuhkan plafond altar gereja sebelah Timur dan tinggalkan lubang yang cukup besar di altar gereja. 
Kondisi terparah dilaporkan hanya berada di wilayah Sembalun, Blanting, Sambelia Lombok Timur hingga Bayan dan Tanjung Lombok Utara. Aksi solidaritas pun mulai berjalan dan masih sebatas lokal lintas Kabupaten dan Kota di Pulau Lombok, termasuk aksi peduli gempa yang digagas oleh para civitas akademika Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok yang diwakili oleh BPH RD. Yohanes Kadek Ariana,Pr yang langsung terjun ke lokasi bencana bersama perwakilan dari semua unit kerja Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok dan memberikan bantuan berupa sembako, alat mandi dan pakaian layak pakai serta alat-alat belajar di Wilayah Lombok Timur. 
Sudah seminggu gempa yang berepicentrum di wilayah Timur Pulau Lombok itu terjadi, kemudian di malam tanggal 5 Agustus 2018 sekitar pukul 19.46 wita, Pulau Lombok kembali di guncang gempa dengan mangitudo 7,0 sr dengan epicentrum di wilayah Kabupaten Lombok Utara tepatnya lereng Gunumg Rinjani, meliputi wilayah Bayan, Gangga, Santong hingga Pemenang dan Senggigi.  Geteran yang sama juga dirasakan di Kota Mataram.  Listrik secara otomatis padam ketika masih dalam keadaan gempa yang demikian besar itu.  Tiang listrik bergoyang dengan kencang mengeluarkan percikan api pada travonya, sementara suara gemuruh dan jatuhan genteng atap rumah secara luas terdengar bertalu-talu.  Jeritan dan tangisan berkumandang dalam kegelapan malam yang baru mulai beranjak.  “ awas tiang listrikk...” teriak seorang bapak.  
Lapangan dan jalan-jalan kota dipenuhi oleh warga dengan wajah sedih dan ketakutan, beberapa rumah warga roboh, pihak berwenang menyiarkan agar warga mengungsi ke lapangan terdekat atau wilayah terbuka dan jauh dari bangunan.  Masih belum percaya apa yang sedang terjadi, BMKG Propinsi mengumumkan skala gempa berikut potensi tsunami.  Kondisi mencekam yang sedang berlangsung, tiba-tiba berubah menjadi kepanikan masal, informasi yang beredar simpang siur mengabarkan kalau air laut sudah naik, wargapun beramai-ramai mengungsi ke tempat-tempat yang jauh dari jangkauan laut.  Jalan-jalan dipenuhi kendaraan dan orang, hingga macet.  Di pesisir Utara wilayah pariwisata Senggigi, Kerandangan, Mangsit, warga mengungsi ke perbukitan yang lebih tinggi.  80% rumah diwilayah ini rusak berat. sekitar 30 menit kemudian BMKG mencabut status potensi tsunami, namun warga banyak yang tidak mengetahui jika BMKG sudah mencabut kondisi potensi Tsunami akibat listrik masih padam.  Sementara gempa susulan masih berlangsung.  Kondisi terdampak sangat berat berada di wilayah Lombok Utara, sementara gempa skala 7,0 sr ini berdampak juga bagi gereja dan umat di Kota Mataram.  Gubernur NTB Tuan Guru Bajang, mengeluarkan perintah Tanggap darurat yang pertama hingga 14 Agustus 2018 yang kemudian diperpanjang hingga 24 Agustus 2018. 
Kondisi sarana kesehatan rata-rata mengalami rusak ringan hingga menengah di kota Mataram, sementara di KLU (kabupaten Lombok Utara) rata-rata sarana umum rusak parah, walau demikian pihak rumah sakit tetap membuka tenda perawatan di halaman rumah sakit, baik swasta seperti RSK. St. Antonius Ampenan hingga RSU Daerah.  Sementara sarana pendidikan dalam jangkauan Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok rata-rata dalam kondisi baik, hal ini berdasarkan kajian tenaga profesional dan tim kerja dari Fakultas Teknis Sipil Universitas Mataram yang melakukan serangkaian pengujian sesuai kompetensi. Semantara sekolah-sekolah di pesisir utara hingga ampenan mengalami kerusakan hingga rata tanah.  Warga mulai menempati tenda-tenda seadanya akibat kelangkaan tenda di kota Mataram. 
Dampak bagi gereja sendiri seperti Gedung gereja mengalami rusak berat pada plafond seluruhnya, AC, Kipas angin, lampu gantung pecah, kaca jendela mosaik retak dan pecah, kelistrikan bermasalah akibat lampu-lampu berjatuhan.  Sementara efek gempa pada umat sebagian besar adalah umat Lingkungan Yohanes Baptis Rembiga, yang berda di wilayah Utara Kabupaten Lombok Barat, tepatnya Kecamatan Gunung Sari.  Sedikitnya hampir 10 rumah yang mengalami rusak menengah hingga berat.  Mulai dari genteng yang berjatuhan hingga retak dinding bahkan terbelah.  Hingga pantauan akhir dilakukan ke 10 KK  korban terdampak ini sementara tinggal di tenda depan rumah nya masing-masing.
Pastor Paroki St. Maria Immaculata Mataram, Rm, Lorensius Maryono, Pr,  segera mengadakan rapat terbatas darurat pada sore harinya tanggal 5 Agustus 2018 dengan menghasilkan beberapa hal tanggap teknis dan administratif.  Secara teknis dibentuk tim kecil renovasi perbaikan gereja dampak gempa sementara secara administratif perlu dibuatkan surat pernyataan kondisi faktual  gereja terkait bantuan yang diberikan oleh umat sekaligus pendataan kondisi umat terdampak.  Hal lain yang dibahas adalah kerjasama berkaitan dengan tim relawan Karina Karitas Keuskupan Denpasar yang akan berposko di Paroki Mataram sehingga keterlibatan OMK dan WKRI serta PMKRI juga umat dalam karya relawan untuk melayani umat dan warga lintas agama yang terdampak gempa di Pulau Lombok.  Hal penting lainya adalah menunjuk tim kerja untuk menilai secara teknis kelayakan gedung gereja bagi kegiatan misa, sejalan dengan itu maka sementara misa dipindahkan ke aula paroki ditambah tenda dengan fasilitas darurat.  Disepakati misa hanya hari Minggu dengan 2 kali misa, yakni misa pagi pukul 07.30 wita dan sore pukul 16.00 wita, mengingat kondisi listrik gereja belum pulih yang kemudian diubah menjadi misa pertama 07.30 dan misa ke dua 08.30 wita.
Pendataan kondisi umat dikoordinir oleh para ketua lingkungan dan ketua KBG dengan data-data kerusakan dan kebutuhan serta penanganan teknis.  Berdasarkan arahan Rm. Maryono, Pr “ Tolong para ketua Lingkungan berkoordinasi dengan ketua KBGnya untuk pendataan yang menyeluruh para saudara kita yang terdampak, baik rumah rusak juga yang luka-luka, kemudian data di koordinasikan dengan paroki.  Untuk teknisnya peran serta KBG kemudian Lingkungan melakukan tindakan perbaikan secara gotong royong yang juga diback up oleh paroki sebagai gereja yang hadir bagi umat”.Namun secara teknis pelaksanaan perbaikan baru bisa dilakukan setelah masa tanggap darurat di cabut oleh gubernur.
Saat yang ditunggupun tiba kepala BMKG pusat melakukan konfrensi pers 8/8/2018, di Lapangan Rembiga pukul 00.00 wita, yang menyatakan gempa dalam skala besar telah melewati fasenya, yang tersisa hanya gempa-gempa kecil, wargapun mulai kembali normal bekerja normal keesokan harinya, pada sekitar pukul 14.00 gempa dengan magnitudo 6,2 SR dengan gerakan vertikal dengan durasi yang signifikan kembali menghantam dan meluluhlantakan Lombok.  Kerusakan parah terjadi dimana-mana.  Gedung perkantoran, toko dan mini market, fasilitas umum serta rumah warga semakin luas alami kerusakan hingga rata tanah. Korban jiwa yang sudah ratusan semakin bertambah akibat tertimpa bangunan rubuh.  Kondisi setelah gempa 6,2 SR ini lebih parah dengan korban jiwa yang signifikan sementara bangunan semakin banyak yang tidak layak.  Seorang penjaga parkir di samping gereja Mataram, menceritakan bagaimana ia kejatuhan plafond dan lemari di rumahnya sebelum ia akhirnya keluar dan rumahnya yang rata tanah.  Saat ia ini tidur di tenda di trotoar jalan.  Kondisi yang sama terjadi di gedung gereja, dimana seluruh plafond terlepas, sementara pastoran yang pada saat gempa 7,0 sr, masih dalam kondisi aman, kini mengalami retakan-retakan pada dinding dan genteng melorot, sehingga beberapa plafon pastoran rusak.  Para pastor terpaksa harus melewati malam di dalam tenda darurat bertemankan dingin dan mencekam.
Misa perdana pasca gempa adalah tanggal 12 Agustus 2018, dalam kondisi darurat di aula paroki.  Misa dimulai pukul 07.30 wita oleh Romo Eligius, Pr.  Umat yang menghadiri misa sekitar 800 orang.  Lebih banyak umat menempati tenda dengan alasan tertentu.  Kondisi yang sama pula terjadi pada misa pukul 16.00 wita.  Situasi waspada dan trauma masih nampak pada wajah umat.  Hal ini dapat dilihat dengan reaksi umat ketika mendengar suara kendaraan besar yang lewat, seketika bereaksi dengan menengok atau berdiri. Menanggapi kondisi darurat dengan misa seperti ini, umat mengerti dan memahami karena selain keamanan dan kelayakan gedung gereja belum dipastikan, umat memilih lokasi misa yg lebih aman. 
Sementara di paroki Ampenan, meskipun umat mengungsi ke halaman samping pastoran juga halaman rumah retret Aryo, serta beberapa yang membuka tenda di depan rumah mereka, tetap mengikuti misa seperti biasa di Gereja St. Antonius Padua. 
Harapan dan impian warga akan berhentinya ancaman gempa ternyata tidak terpenuhi, serentetean gempa kembali menghujam bumi seribu mesjid secara bergelombang-gelombang, membawa penumpang kerusakan dan kengerian.  malam-malam kini menjadi semakin sepi dan mencekam.  Warga semakin takut dan memilih tinggal di luar rumah dengan tenda-tenda terpal beralaskan tikar.  sementara ancaman lainya adalah pencurian dan perampokan mulai menyapa dalam ketakutan.  gempa masih berlanjut mulai dari skala tidak terasa hingga kembali 7,0 sr menurut BMKG tanggal 19 Agustus 2018, disusul gempa 6,4 sr dan susul menyusul.  Bagaikan teror terus merayap melemahkan sendi-sendi kokoh yang sudah perlahan terbangun.  Hingga hari ini setelah tanggap darurat akan dicabut, gempa masih terjadi dimana terjadi sebagian besar di malam hari. Yang paling terdampak dalam situasi ini adalah anak-anak  setiap memasuki malam.




Bantuan dan Relawan
Berdasarkan pengamatan dilapangan, bantuan hingga tanggal 7 Agustus belum masuk KLU, sehingga para korban gempa mulai mengalami kesulitan khsusnya sembako.  Tim Karina Keuskupan Denpasar telah hadir di Paroki Mataram sejak tanggal 7 Agustus 2018 dengan langsung melaku koordinasi dan membentuk tim lokal untuk turun lapangan khususnya ke wilayah terdampak yang saat itu belum tersentuh bantuan.  Langkah-langkahnya antara lain dengan pendataan jumlah KK dan kebutuhan pokok yang diperlukan.  Tim Karina Denpasar berkekuatan 36 personel dengan komposisi 8 personil Karina dari Kesukupan, Karitas Tanjung karang Lampung dan Karitas Jakarta sementara sisanya adalah Karina Lokal gereja Mataram.  Dibawah koordinasi pastor paroki Mataram, tim ini bergerak hingga pelosok dusun di KLU.  
Wilayah pelayanan meliputi kecamatan Bayan yakni desa Loloan hingga Torean di kaki gunung Rinjani, Lombok Utara. Dengan jarak tempuh sedikitnya 80 km dari Mataram.  Distribusi bantuan meliputi bahan-bahan kebutuhan sehari-hari seperti alat mandi, Beras, air mineral, bahan makanan praktis seperti biskuit, mie, pembalut wanita, selimut, sabun, syampo, terpal/tenda, tikar/matlas, masker, ember bahkan generator serta beberapa kebutuhan anak-anak.
Berdasarkan data yang diperoleh dari posko Karina paroki Mataram, yang gudang poskonya berlokasi di kantor Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cab. Lombok, menjelaskan bahwa distribusi yang sudah berjalan hampir seluruhnya berlokasi di KLU, namun bukan berati lokasi sekitar Gunung Sari, bahkan Pancor,  Kota Mataram, Ampenan tidak terlayani, lokasi pengungsian di halaman gereja St. Antonius Ampenan, Lapangan Upacara Gebang umat 30 KK, halaman susteran Sfd Ampenan 40 orang serta umat yang dibawah koordinasi ketua lingkungan telah mendapatkan bantuan seperti terpal, selimut,beras, keperluan makan dan air mineral.  Menurut keterangan Rm. Maryono, Pr, “untuk memperoleh bantuan, cukup koordinasi dengan ketua lingkungan masing-masing, karena yang mendata itu kepala lingkungan dan KBG nya.  Bantuan tersedia di posko Karina, dan di sana ada OMK, PMKRI, WKRI serta umat yang bersedia terlibat, jadi semua berjalan lancar dan terlayani.  Sementara untuk kerusakan fisik bangunan tempat tinggal, setelah di data di lingkungan dan KBG, tolong KBG dan Linglungan gotong royong semampunya menangani, paroki akan melengkapi kekurangan sesuai kemampuan.  Dan ini dilakukan setelah selesai masa tanggap darurat.  Untuk korban di KLU, ditangani dengan perencanaan dan koordinasi dengan pihak yang terkait, yah kepala dusun, RT, Kepala lingkungan desan dan dusun setempat, ini semua data tercatat dengan rapi di posko kita, siapa, kemana, apa yang dibawa dan seterusnya, semuanya transparan, boleh dilihat di posko kita”.
Dalam pendistribusian tanggal 20 agustus 2018 kemarin, di dusun Karang sobar, desa Sokong KLU, tim berangkat dengan kekuatan 5 personil yakni Sr. Adelia, Jati, Iwan, Ernest, Bpk John Lela Ona membawa kebutuhan yang sudah didata, memasuki wilayah terdampak parah. Dimana seluruh dusun alami rusak parah.  Mulai dari rumah, masjid, sekolah serta sarana umum dusun.  Menururt Pak Nurmah kepala Dusun, “Para penduduk mengungsi di lahan perbukitan berjumlah 40 KK, banyak anak-anak juga ada bayi yang baru  bulan.  Maaf pak ini darurat, memang beginilah keadaannya.  Ada beberapa lokasi pengungsian namun tersebar di beberapa lokasi. Di wilayah sana ada 30 KK, kemudian dilokasi berikutnya  ada 133 KK”. Lokasi pengungsian merupakan lahan yang cukup aman, melewati pekuburan dusun, bercampur dengan lahan pembuangan sampah dan kandang sapi dan kambing.  Kondisi warga memprihatinkan. 
Rupanya kedatangan tim Karina sudah dinantikan sejak pagi hari, namun karena terkendalam teknis mobil, maka tim terpaksa terlambat.  Teknis lapangan yang dilakukan tim adalah langsung mengumpulkan anak-anak pada lokasi terpisah, kemudian melakukan kegiatan semacam pendekatan sosial untuk traumatik anak yakni dengan bermain dan membagikan makanan anak-anak.  Sementara bapak ibunya menerima distribusi keperluan hidup keluarga yang saat ini semua tinggal di tenda.  Saat tim tiba di lokasi, lebih banyak kaum wanita oleh karena kaum pria masih sibuk kerja di sawah atau ladang.  Dalam wawancara dengan ketua RT setempat, ketua tim distribusi mengenalkan Karina Mataram dan asal sumbangan yang dibawa.  Kemudian mendata kondisi pengungsian termasuk ketersediaan air bersih, MCK, alat masak.  Menurut keterangan RT, bahwa air bersih hanya bersumber dari sumur warga, namun belum memiliki penampungan air/tandon air.  Tandon air yang tersedia hanya satu untuk 40 KK, tentu sangat terbatas.  Distribusipun berjalan dengan lancar.
Sementara distribusi dilanjutkan di dusun 2 Karang Sobar, arah2 km sebelahBarat. Dengan jumlah 30 KK.  Berdekatan dengan dusun 3 Karang Sobar dengan 133 KK.  Sebagian besar rumah warga rata tanah, ada beberapa yang masih berdiri dengan retak-retak dan terbelah.  Sementara tenda-tenda dibangun diantara reruntuhan rumah.  Kondisi yang sama seperti pada dusun sebelumnya, hanya warga tidak memiliki lapangan yang cukup luas untuk mengungsi, sehingga mereka membangun di tanah kosong diantara reruntuhan.  Distribusi berlangsung lancar walau ada beberapa warga yang kecewa karena tidak kebagian bantuan akibat tidak terdaftar dalam data yang dikeluarkan oleh Kadus. Dengan langkah yang sama, ketua tim melakukan perkenalan dan pendataan kebutuhan-kebutuhan warga, serta menyebutkan asal dan misi yang dibawa, tanggapan warga sangat baik, karena sebagai aksi kemanusiaan dan bukan aksi dengan niat yang lain. 
Dengan pola-pola yang serupa, Tim Karina ini terus mendistribusikan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi warga terdampak di dusun-dusun di wilayah KLU.  Johny Lelaona menjelaskan kegiatan ini sangat bergantung pada kekuatan data lapangan, karena jangkauanya luas. Upaya-upaya ini dapat berlangsung hingga fase recovery. Ini tentunya kita tidak berjalan sendiri, kita bekerja dalam rencana yang matang justru bersama elemen-elemen lain yang terjun dalam bencana ini. 

Dalam tata cara penanggulangan bencana ada beberapa langkah yang dilakukan yakni Saat Bencana (Tanggap darurat), Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi kegiatan :-penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda, -pemenuhan kebutuhan dasar, -perlindungan, -pengurusan pengungsi, -penyelamatan, sertapemulihanprasarana dan sarana. Tahap berikutnya  Pasca Bencana (Recovery), Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.-Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayahpascabencanadengansasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.-Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.


Sementara itu, bertempat di rumah retret Aryo Ampenan, elemen karitas Bandung yang dipimpin oleh Romo Darwinto, Pr dengan 2 orang tim membuka pelayanan bagi korban terdampak gempa Lombok.  Wilayah yang dilayani juga meliputi KLU, Lombok Timur dan kantong-kantong pengungsian sekitar gereja St. Antonius Ampenan.  Dengan melibatkan tim lokal yakni para suster Fransiskus Dina Ampenan dan umat.Tim karitas Bandung menyalurkan kebutuhan-kebutuhan seperti terpal, selimut, ember, air mineral, beras, mie, alat cuci mandi, matras dan masker.  Menurut romo Darwinto, tim karitas Bandung ini mendistribusikan secara langsung pada warga terdampak, sehingga kekuatan data dan lokasi memang harus akurat.  Terutama terpal yang paling banyak kami salurkan khususnya di wilayah-wilayah yang minim. Paket-paket kebutuhan hidup, alat mandi dan masker. 
Bencana gempa ini selain berdampak pada bangunan bahkan jiwa, yang juga merasakan dampaknya adalah anak-anak.  Dalam pemantauan lapangan, sekolah-sekolah meliburkan siswanya, namun unit-unit dalam Yayasan Insan Mandiri Denpasar Cabang Lombok, justru sejak tanggal 13 Agustus 2018 masuk sekolah.  Kegiatan yang dilakukan adalah trauma healing bagi para siswanya dengan menghadirkan pakarnya, seperti di TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan, kehadiran dr. H Iskandar Leman bersama para suster SSPS untuk memberikan trauma healing disekolah.  Kegiatan ini membawa suasana psikologis anak lebih terbuka dan suka cita. 
Pada kesempatan lain, tim karitas Bandung memberikan pelayanan khusus bagi para pendidik TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan adalah membangun sistem sekolah aman bencana.  Kegiatan walau bersifat mendadak karena kesibukan tim karitas Bandung, namun dapat menjangkau seluruh guru TKK, SDK dan SMPK St. Antonius Ampenan untuk menjadi agen-agen dalam sekolah aman bencana di unit kerja masing-masing. (Komsos MTR).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar