SAY

SELAMAT DATANG DI PAROKI ST.MARIA IMMACULATA MATARAM, JL. PEJANGGIK NO. 37 MATARAM, LOMBOK, NTB, (0370) 632092
“DIPANGGIL MENJADI PEMIMPIN PASTORAL YANG SOLIDER DALAM KEHIDUPAN BERSAMA DEMI KEUTUHAN CIPTAAN”

Jumat, 19 Agustus 2016

Karismatik Katolik Sejarah mu Doeloe

TAHUN 1974, Romo Yohanes Indrakusuma, CSE menerima surat dari kenalannya, seorang pemimpin tarekat suster di Perancis. Suster itu mengisahkan pengalamannya saat mengikuti sebuah retret Karismatik. Romo Yohanes agak skeptis membalas surat itu. Sekali lagi, suster
itu meyakinkan Romo Yohanes bahwa Roh Kudus berkarya secara istimewa dalam gerakan Karismatik. “Entah mengapa, mendadak kalimat-kalimat itu menyentuh hati saya,” ungkap Romo Yohanes, sebagaimana tertulis manusia bila kita memohon sungguhsungguh kepada-Nya,” tandas imam kelahiran Nganjuk, 8 Juni 1938 ini.

Realitanya, sebagian umat Katolik masih belum “sreg” dengan ungkapan-ungkapan lahiriah dalam Karismatik, sebagaimana terlihat dalam persekutuan-persekutuan doa, seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari-nari, dsb. Karena itu, menurut doktor spiritualitas lulusan Institut Catholique de Paris ini, sebaiknya Karismatik dibedakan antara isi dan kemasannya. “Isinya sama tapi kemasannya bisa berbeda,”  tandasnya lagi. Tepuk tangan, sorak sorai yang kerap menjadi ekspresi lahiriah kelompok Karismatik memang masih membuat orang-orang non-Karismatik “tak bisa memahami”.

Bahkan ketika masih pastor muda, Paus Fransiskus pun skeptis terhadap gerakan Karismatik. “Orang-orang ini membingungkan liturgi dengan pelajaran samba,” katanya kepada wartawan pada 28 Juli 2013. Seiring bergulirnya waktu, Paus Fransiskus berpendapat lain. “Sekarang, saya berpikir bahwa gerakan ini banyak berbuat baik untuk Gereja. Gerakan Karismatik bukan saja mencegah umat beralih ke denominasi Pentakosta, tetapi gerakan ini merupakan pelayanan untuk Gereja Katolik. Gerakan ini memperbarui kita!” dalam buku “Sang Petapa Sejati” (Maria E_y, dkk).

Selang beberapa waktu, suster itu mengirim tiga buku mengenai “Pentakosta Katolik” karangan Kevin dan Dorothy Renegan. “Ternyata, isi buku itu merupakan hal yang selama ini saya cari,” ujar Romo Yohanes.

Selanjutnya, Romo Yohanes berburu literatur-literatur lainnya tentang Karismatik. Ia mendapati bahwa setiap orang bisa mengalami kehadiran Allah melalui pencurahan Roh Kudus. “Kehadiran Allah, kasih  Allah, kuasa Allah, bisa dialami manusia bila kita memohon sungguhsungguh kepada-Nya,” tandas imam kelahiran Nganjuk, 8 Juni 1938 ini. Realitanya, sebagian umat Katolik masih belum “sreg” dengan ungkapan-ungkapan lahiriah dalam Karismatik, sebagaimana terlihat dalam persekutuan-persekutuan doa, seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari-nari, dsb. Karena itu, menurut doktor spiritualitas lulusan Institut Catholique de Paris ini, sebaiknya Karismatik dibedakan antara isi dan kemasannya. “Isinya sama tapi kemasannya bisa berbeda,” tandasnya lagi.

Tepuk tangan, sorak sorai yang kerap menjadi ekspresi lahiriah kelompok Karismatik memang masih membuat orang-orang non-Karismatik “tak bisa memahami”. Bahkan ketika masih pastor muda, Paus Fransiskus pun skeptis terhadap gerakan Karismatik. “Orang-orang ini membingungkan liturgi dengan pelajaran samba,” katanya kepada wartawan pada 28 Juli 2013.

Seiring bergulirnya waktu, Paus Fransiskus berpendapat lain. “Sekarang, saya berpikir bahwa gerakan ini banyak berbuat baik untuk Gereja. Gerakan Karismatik bukan saja mencegah umat beralih ke denominasi Pentakosta, tetapi gerakan ini merupakan pelayanan untuk Gereja Katolik. Gerakan ini memperbarui kita!”

(Komunika, 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar