JEZU, UFAM TOBIE
(YESUS, ENGKAU ANDALANKU)
Pada tahun 2002 Paus
Yohanes Paulus II mendedikasikan Hari Minggu Paskah II sebagai Pesta Kerahiman
Ilahi. Dan tiga tahun kemudian pada tanggal 2 April 2005 , Allah berkenan
memberi beliau kehormatan besar untuk meninggal dunia tepat pada hari Pesta
Kerahiman Illahi. Kini ia berbahagia di Surga, merayakan Paskah Abadi dan
memuji Kerahiman Illahi selamanya. Doakanlah kami o Bapa Suci Yohanes Paulus
II, agar kami layak menerima janji dan kerahiman Kristus Tuhan kita. Novena ini bisa diadakan kapan saja,
tetapi teristimewa adalah pada Jumat Agung sampai Minggu Paskah ke II. Bacalah bagian Kitab Suci yang ditentukan pada hari itu, dan renungkanlah …
setelah itu doakanlah teks Novena dan disusul dengan Doa Koronka.
St Maria Faustina Kowalska dari Sakramen Mahakudus
Helena Kowalska
dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25 Agustus 1905 sebagai anak
ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan suami isteri Katolik yang saleh
Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel. Ayahnya seorang petani merangkap tukang
kayu. Keluarga Kowalski, sama seperti penduduk Glogowiec lainnya, hidup miskin
dan menderita dalam penjajahan Polandia oleh Rusia.
Helena hanya sempat
bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak yang cerdas dan rajin, juga
rendah hati dan lemah lembut hingga disukai orang banyak. Sementara
menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku; buku kegemarannya adalah
riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali ia mengumpulkan teman-teman
sebayanya dan menjadi `katekis' bagi mereka dengan menceritakan kisah santa dan
santo yang dikenalnya. Helena kecil juga suka berdoa. Kerapkali ia bangun
tengah malam dan berdoa seorang diri hingga lama sekali. Apabila ibunya
menegur, ia akan menjawab, “Malaikat pelindung yang membangunkanku untuk
berdoa.”
Ketika usianya 16 tahun,
Helena mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar dapat meringankan beban
ekonomi keluarga. Tetapi, setahun kemudian ia pulang ke rumah untuk minta ijin
masuk biara. Mendengar keinginan Helena, ayahnya menanggapi dengan tegas, “Papa
tidak punya uang untuk membelikan pakaian dan barang-barang lain yang kau
perlukan di biara. Selain itu, Papa masih menanggung hutang!” Puterinya
mendesak, “Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan Yesus Sendiri yang akan
mengusahakan aku masuk biara.” Namun, orangtuanya tetap tidak memberikan
persetujuan mereka.
Patuh pada kehendak
orangtua, Helena bekerja kembali sebagai pembantu. Ia hidup penuh penyangkalan
diri dan matiraga, hingga suatu hari pada bulan Juli 1924 terjadi suatu
peristiwa yang menggoncang jiwanya.
“Suatu ketika aku berada
di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku. Sementara semua orang
berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku mulai berdansa,
sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus menderita sengsara,
nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku:
“Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan
mengabaikan-Ku” Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di
sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku
mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala
guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku
menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku, melangkahkan
kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka.
Lampu-lampu sudah mulai
dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam katedral. Tanpa mempedulikan
sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon
dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus
aku lakukan selanjutnya.
Lalu aku mendengar
kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan masuk suatu biara di
sana.” Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah, membereskan hal-hal yang perlu
diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan kepada saudariku apa yang telah
terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya untuk menyampaikan selamat tinggal kepada
orangtua kami, dan lalu, dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa barang-barang
lainnya, aku tiba di Warsawa,” demikian tulis St Faustina di kemudian hari.
Setelah ditolak di
banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-suster Santa
Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri pada pelayanan
kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal didirikannya oleh
Teresa Rondeau, kongregasi mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi
dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih.
“Ketika Moeder Superior,
yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar untuk menemuiku, setelah
berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui Tuan rumah dan menanyakan
apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti bahwa aku diminta menanyakan
hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya
kepada Yesus: “Tuan rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku? Salah seorang
suster menyuruhku untuk menanyakannya kepada-Mu.”
Segera aku mendengar
suara ini: “Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.” Ketika aku kembali dari
kapel, Moeder Superior langsung bertanya, “Bagaimana, apakah sang Tuan
menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.” “Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga
akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku diterima dalam biara.”
Namun demikian, Helena
masih harus tetap bekerja lebih dari setahun lamanya guna mengumpulkan cukup
uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada tahap awal tinggal di biara.
Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1925, menjelang ulangtahunnya yang ke-20,
Helena diterima dalam Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas
Kasih. “Aku merasa sangat bahagia, seakan-akan aku telah melangkahkan kaki ke
dalam kehidupan Firdaus,” kenang St Faustina.
Setelah tinggal di
biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang sibuk sekali
hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena bermaksud
meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara kontemplatif yang menyediakan
lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan bimbang rebah dalam
doa di kamarnya. “Beberapa saat kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di
atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga
memenuhi WajahNya dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei
tempat tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, “Yesus,
siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus berkata
kepadaku: “Engkaulah yang yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika
engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke
tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat bagimu.” Aku mohon pengampunan
pada Yesus dan segera mengubah keputusanku.”
Pada tanggal 30 April
1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu Sr Maria Faustina; di
belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”.
Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Sr Faustina tiba-tiba lemas; pertama,
ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan padanya. Dalam Buku
Catatan Harian, St Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya
karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai
seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh
sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu. Semuanya
dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati.
Pada tanggal 22 Februari
1931, St Faustina mulai menerima pesan kerahiman ilahi dari Kristus yang harus
disebarluaskannya ke seluruh dunia. Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan
sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi
alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia. Seluruh
hidupnya, sesuai teladan Kristus, akan menjadi suatu kurban - hidup yang
diperuntukkan bagi orang lain. Menanggapi permintaan Tuhan Yesus, St Faustina
dengan rela mempersembahkan penderitaan pribadinya dalam persatuan dengan-Nya
sebagai silih atas dosa-dosa manusia; dalam hidup sehari-hari ia akan menjadi
pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi sesama; dan dengan menulis
mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan
dengan demikian mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali.
Meskipun sadar akan
ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus berusaha menuliskan sesuatu,
toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis buku catatan harian dalam
ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada Tuhan Yesus Sendiri. Selama
empat tahun ia mencatat wahyu-wahyu ilahi, pengalaman-pengalaman mistik, juga
pikiran-pikiran dari lubuk hatinya sendiri, pemahaman serta doa-doanya.
Hasilnya adalah suatu buku catatan harian setebal 600 halaman, yang dalam
bahasa sederhana mengulang serta menjelaskan kisah kasih Injil Allah bagi
umatnya, dan di atas segalanya, menekankan pentingnya kepercayaan pada tindak
kasih-Nya dalam segala segi kehidupan kita. Buku itu menunjukkan suatu contoh
luar biasa bagaimana menanggapi belas kasih Allah dan mewujud-nyatakannya
kepada sesama.
Di kemudian hari, ketika
tulisan-tulisan St Faustina diperiksa, para ilmuwan dan juga para teolog
terheran-heran bahwa seorang biarawati sederhana dengan pendikan formal yang
amat minim dapat menulis begitu jelas serta terperinci; mereka memaklumkan
bahwa tulisan St Faustina sepenuhnya benar secara teologis, dan bahwa tulisannya
itu setara dengan karya-karya tulis para mistikus besar.
Devosinya yang istimewa
kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada Sakramen Ekaristi dan Sakramen
Tobat memberi St Faustina kekuatan untuk menanggung segala penderitaannya
sebagai suatu persembahan kepada Tuhan atas nama Gereja dan mereka yang
memiliki kepentingan khusus, teristimewa para pendosa berat dan mereka yang di
ambang maut.
St Faustina Kowalska
menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing rohani dan beberapa superior
saja yang mengetahui bahwa suatu yang istimewa tengah terjadi dalam hidupnya.
Setelah wafat St Faustina, bahkan teman-temannya yang terdekat terperanjat
mengetahui betapa besar penderitaan dan betapa dalam pengalaman-pengalaman
mistik yang dianugerahkan kepada saudari mereka ini, yang senantiasa penuh
sukacita dan bersahaja.
Pesan Kerahiman Ilahi
yang diterima St Faustina sekarang telah tersebar luas ke segenap penjuru
dunia; dan buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” menjadi
buku pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. St Faustina sendiri tak akan
terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan
kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya demi
keselamatan jiwa-jiwa.
Dalam suatu pernyataan
nubuat yang ditulisnya, St Faustina memaklumkan: “Aku merasa yakin bahwa misiku
tidak akan berakhir sesudah kematianku, melainkan akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa
yang bimbang, aku akan menyingkapkan bagi kalian selubung surga guna meyakinkan
kalian akan kebajikan Allah” (Buku Catatan Harian, 281)
St Maria Faustina
Kowalska dari Sakramen Mahakudus, rasul kerahiman ilahi, wafat pada tanggal 5
Oktober 1938 di Krakow dalam usia 33 tahun karena penyakit TBC yang
dideritanya. Jenasahnya mula-mula dimakamkan di pekuburan biara, lalu
dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di biara. Pada tahun 1967,
dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow, kapel tersebut
dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Sr Faustina Kowalska. Pada Pesta
Kerahiman Ilahi tanggal 18 April 1993, Sr Faustina dibeatifikasi oleh Paus
Yohanes Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 30 April 2000
dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta St Faustina dirayakan setiap tanggal 5
Oktober.
Sumber: 1. “The Divine
Mercy Message and Devotion” by Fr Seraphim Michalenko, MIC and Vinny Flynn;
published by the Archdiocesan Divine Mercy Devotion, Singapore; 2. “The Divine
Mercy in My Soul” by St Faustina Kowalska; 3. “Riwayat Hidup Santa Faustina”
oleh Stefan Leks; penerbit Kanisius 2004; 4. “Rasul Kerahiman Ilahi (Devosi
kepada Kerahiman Ilahi)” oleh P. Ceslaus Osiecki, SVD, "Kemah Tabor",
Pos Mataloko 86461 - Flores; 5. tambahan dari berbagai sumber

Diperkenankan mengutip /
menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar