Perayaan Minggu Palma
Mungkin kita juga memiliki iman seperti ini, musiman, suka
rame-rame! Tidak mengerti, tidak paham rencana Yesus bagi kita. Mungkin kita juga kecewa pada Yesus sepeti
orang Yahudi, lalu menjadi umat yang suka rame-rame, ikut-ikutan, musiman,
apakah itu ke gereja, di KBG atau apapun untuk Tuhan, dilakukan sebatas
“Rame-rame”.
Misa perayaan Minggu Palma di
paroki St. Maria Immaculata Mataram berlangsung dengan khidmat. Misa dipesembahkan oleh Rm. Lorensius
Maryono, Pr ini mengawali misa dengan pemberkatan daun palma di aula
gereja kemudian dilanjutkan dengan
perarakan ke dalam gereja dengan meriah laksana Yesus memasuki kota
Yerusalem. Sorak sorai umat “Hosana
Putra Daud ! “ memenuhi ruang dan waktu mengiringi sang sabda yang mengendarai
keledai saat itu. “Yerusalem, Yerusalem,
lihatlah raja Mu”....
Perarakan ini lebih meriah lagi
dengan lambaian daun-daun palma dipelataran gereja oleh umat, jubah merah
pastor aroma asap dupa, salib panjang hitam sang ajuda mengantar umat menapaki
tangga tangga pelataran gereja. Sorak
sorak mulai berganti senyap, bagai mengantar derita mengenang luka sengsara,
daun palma masih melambai, tiada lagi sorak hosana. Langkah masuk altar gereja dengan palma
melambai dengan sajian lagu khas jumat agung, “mari kita merenungkan...”. Makna yang segera berganti justru saat
pernyataan sang penguasa di depan gerbang Yerusalem. Sebuah mimikri yang bernuansa berbeda teraji,
“Tidak bisakah batu-batu itu bersorak-sorai?”.
Kondisi umat saat itu, memiliki
iman yang hebat, iman yang rame-rame, iman yang musiman, iman yang ikut-ikutan.
Satu berteriak “salibkan Dia!”, ikut-ikutan berteriak. Orang-orang yang beriman demikian ini yang
menyalibkan Yesus!.
Mungkin kita juga juga memiliki
iman seperti ini, musiman, suka rame-rame! Tidak mengerti, tidak paham rencana
Yesus bagi kita. Mungkin kita juga
kecewa pada Yesus sepeti orang Yahudi, lalu menjadi umat yang suka rame-rame,
ikut-ikutan, musiman, apakah itu ke gereja, di KBG atau apapun untuk Tuhan,
dilakukan sebatas “Rame-rame”. Allah yang maha kuasa itu kita simpan nun jauh
di sana, di suatu tempat yang tinggi, kita perlu Dia jika ada kepentingan,
entah anak menikah, cucu dibaptis, atau yang lainnya, trus bagaimana? Jika Sehat waktu untuk Tuhan
sebatas musiman, tapi sibuk mengurus hal-hal dunia yang sia-sia.
Jika demikian apakah perbedaan
kita dengan umat Yahudi jaman Yesus 2000 tahun lalu itu? Saat ini kondisi umat seperti yang terlihat
begitu tumpah ruah, parkiran, aula, garasi dan halaman bahkan jalan depan
gereja penuh. Tapi lihatlah hari minggu
biasa, sangat bertolak belakang. Inilah
iman yang musiman itu, iman yang rame-rame itu.
Dalam pengamatan, terhitung
sedikitnya lebih dari 3.000 orang mengikuti misa hari itu, dengan pengawalan
jajaran polisi dari POLDA NTB di depan gereja.
Untuk mengantisipasi membludaknya umat, panitia telah menyediakan terop
sepanjang halaman depan dan rumah pastoran, namun tetap tidak mencukupi.
Makna Daun Palma
Daun palem adalah simbol
dari kemenangan. Daun palem ini membawa arti ke arah ikonik
Katolik. Daun palem digunakan untuk menyatakan kemenangan martir atas
kematian. Martir sering digambarkan dengan daun palem di antara tempat atau
tambahan untuk instrumen dari kesyahidan. Kristus kerap kali menunjukkan
hubungan daun palem sebagai simbol kemenangan atas dosa dan kematian. Lebih
jelas lagi, hal itu diasosiasikan dengan kejayaan-Nya memasuki Yerusalem.
Daun palem memiliki warna hijau,
hijau adalah warna dari tumbuh-tumbuhan dan musim semi. Oleh karena itu simbol
kemenangan dari musim semi atas musim salju atau
kehidupan atas kematian, menjadi sebuah campuran dari kuning dan biru itu juga
melambangkan amal dan registrasi dari pekerjaan jiwa yang baik.
Saat Minggu Palma, umat
melambai-lambaikan daun palem sambil bernyanyi. Hal ini menyatakan
keikutsertaan umat bersama Yesus dalam arak-arakan menuju Yerusalem. Ini
menyatakan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang: kota Allah, di mana ada
kedamaian.
Minggu Sengsara
Pada Minggu Palma, gereja tidak
hanya mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem melainkan juga
mengenang akan kesengsaraan Yesus. Oleh karena itu, Minggu Palma juga disebut
sebagai Minggu Sengsara. Dalam tradisi peribadahan
gereja, setelah umat melakukan prosesi daun palem (melambai-lambaikan daun palem),
umat akan mendengarkan pembacaan kisah-kisah sengsara Yesus yang diambil dari
Injil. Memang kisah-kisah ini akan dibacakan ulang dalam liturgi Jumat Agung tetapi
pemaknaannya berbeda. Pembacaan kisah sengsara Yesus dalam liturgi Minggu Palma
dimaksudkan agar umat mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada
kejayaan-Nya memasuki Yerusalem melainkan pada peristiwa kematian-Nya di kayu
salib. (KOMSOS Paroki MTR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar