Jumat Agung
Prosesi Jumat Agung sebagai
ibadat peringatan wafat dan kesengsaraan Tuhan Yesus Kristus di Paroki St.
Maria Immaculata Mataram tahun 2018 berlangsung dalam suasana khikmad. Umat sudah memenuhi gereja sejak pukul 14.00
wita, padahal ibadat dimulai pukul 15.00 wita.
Konsekwensi yang terjadi adalah suasana tenang yang sudah terbangun
sejak drama penyaliban oleh OMK st. Paulus pagi tadi mulai terganggu, sehingga
panitia beberapa kali harus menyampaikan di mimbar agar umat menjaga dan
memelihara susana doa karena gereja dalah rumah doa bagi semua, jangan
“ngobrol” atau main hand phone, di
dalam atau di sekitar halaman gereja.
“Di semua agama di dunia ini,
semuanya ada pengorbanan, ada yang mengorbankan hewan, harta atau benda, namun
tidak pernah mengorbankan diri sang imam.
Tetapi Yesus imam besar kita, telah memberikan diri Nya sendiri sebagai
korban tebusan, satu kali untuk selamanya, untuk semua kita”.
Prosesi Jumat agung dibagi dalam
tiga bagian, yakni prosesi kisah sengsara Yesus Kristus dari Injil Yohanes,
prosesi penghormatan salib suci dan komunio.
Ibadat Jumat Agung diawali dengan perarakan sunyi para lektor, para
Prodiakon, ajuda dan Pastor Rm. Yohanes Kadek Ariana, Pr. Nuansa agung memenuhi
umat ketika langkah-langkah terayun pelan menampaki lantai dan pelataran
gereja, salib panjang menjulang masih terbungkus kain ungu di depan, karpet
indah tergelar altar dan sunyi yang tidak biasa menyelimuti segenap hati. Sang gembala kini bersujud sembah, tiarap di
atas karpet altar, dengan wajah terbanam sampai ke tanah, tiada doa terdengar,
tiada lagu puji-pujian, semua lutut bertekuk tunduk diam dalam hening
panjang.
Ibadat di awali dengan bacaan
firman dari nubuat Nabi Yesaya oleh sdri. Itha.
“ sesungguhnya kejahatan kitalah yang ditanggungnya, ... dan oleh
bilur-bilurnya kita disembuhkan. Kita
sekalian sesat seperti domba, yang mecari jalan sendiri..”. bacaan ini membuka hati refleksikan diri
dalam uraian yang diselamatkan. Mazmur
pun dilantunkan dengar lembut dan dalam oleh ibu Tami, “ ya Bapa ke dalam
tangan Mu, ku percayakan, jiwa Ku... tetapi Engkau Tuhan aku percaya, aku tidak
akan mendapat malu...”. mazmur doa sejuk
mengalir menyiram tandus hanyutkan diri yang haus dan asing, hanya suara dan
harapan, hanya sadar ketiadaan diri dan hidup dalam belas kasih sang Kasih. Suasana
masih sunyi, ketika suara pujian dinaikan” Terpujilah Kristus Tuhan, Raja Mulia
dan kekal...” mengantarkan para pasioner menaiki altar.
“Inilah Injil Tuhan kita Yesus
Kristus menurut Yohanes...” dilantunkan oleh Bp. Ansel, Bp. Ferdinan S dan Bp.
Yos Daton. Sementara kompatriat koor yang menjadi rekan pasio
paduan suara St. Agatha Sweta tampil dengan prima. “Yesus dari Nazareth...!”
jawaban tegas dalam harmoni suara yang harus diakui. Pasio terus berjalan dalam
kecepatan yang sesuai mengantarkan suasana perjalanan iman saat itu. “ ...selesailah sudah...” dilantunkan sebagai
ucapan Yesus di salib sebagai tanda umat berlutut dalam waktu satu menit,
nuansa kini berganti dalam dokumentasi salib suci, Yusuf dari Arimatea dan sang
penguasa yang tak bertanduk, Pilatus.
Irama dan tempo bagian akhir pasio agak berbeda dari tahun-tahun yang
lewat. Silih berganti nada-nada tinggi
berirama romanum mengisahkan cerita menyentuh peristiwa dan suasana kala
jenasah sang kudus “dimakamkan di situ”. Mengakhiri pasio hari itu.
Dalam drama jalan salib pagi
tadi, OMK St. Paulus mengajak kita bagimana Yesus taat, menderita di pukuli,
dipermalukan, ditelanjangi di depan banyak orang, agar kita tidak perlu malu
dan menderita, Ia telah di tolak oleh tua-tua Bangsa Yahudi agar kita mendapat
tempat di hadapan Allah. Ia sunguh telah
mendandani kita begitu rupa supaya kita pantas, Ia telah menyelimuti kita
dengan selubung salib Nya tutupi kedurhakaan dan pemberontakan kita dengan
pengampunan dan urapan.
Mari kita berdoa dan berharap
agar Yesus yang taat itu memampukan kita untuk hidup taat mau mengorbankan diri
an egoisme kita bagi kasih dan karya Nya bagi kita.
Memasuki doa umat meriah umat
beranjak bangkit mengikuti alunan doa-doa sedikitnya ada 10 permohonan oleh
pastor. Mulai dari doa untuk orang Yahudi, Orang yang belum mengenal Yesus
hingga para pemimpin bangsa. Dengan
setia umat mengikuti dengan berdiri dan berlutut, kala “ marilah berdoa
untuk...”. doa umat meriah itu berakhir
dengan terbukanya gerbang samping gereja dengan salib terbungkus kain ungu
ditangan Pastor, prosesi penghormatan salib dimulai dengan pengarakan salib
dari aula gereja, “lihat kayu salib..., di sini.. tergantung Kristus...
penyelamat dunia..” lantunan suara tenor khas Rm. Ariana dimualai dengan nada F
memenuhi sekaligus melepaskan tali ungu penutup tangan salib kanan dari
ikatannya, “ mari kita bersembah sujud kepada Nya..” jawaban umat, perhentian
ke dua di depan gerbang gereja dengan nada dasar G mengulangi ritual ini, dan
perhentian ke tiga tepat di depan altar gereja dengan lantunan nada dasar A, sekaligus
melepaskan seluruh selubung ungu dari salib dan Pastor mengawali penghormatan
salib dengan mencium kaki Kristus yang tersalib di depan altar. Selanjutnya seluruh umat yang hadir mengikuti
penghormatan salib ini dengan berlutut dan mencium kaki Yesus yang tersalib,
sekalgus memberikan derma.
Dari hasil pengamatan sedikitnya
panitia menyediakan 20 salib dan seluruh prodiakon menyertai perjalanan salib
di semua posisi yang di siapkan. Mulai
dari depan altar hingga pinggir jalan Pejanggik jalan Nasional halaman gereja secara bergantian salib untuk penghormatan di
posisikan. Sekurangnya 3000 orang tidak
termasuk anak-anak melakukan prosesi penghormatan salib ini. Dengan kondisi umat yang membanjir dan jumlah
salib yang terbatas serta posisi penghormatan yang tidak merata, memerlukan
waktu 45 menit, namun ini tidak menjadi kendala karena lagu-lagu khas Jumat
agung yang indah dan reflektif secara kontinyu dialunkan oleh St. Agatha
Sweta. Lihatlah Kayu salib, Hai Umat ku
apa salahku, Yesus Tuhan ku dan lainnya di alunkan dengan ekspresif, hingga
waktu berlalu.
Dan pintu ruang kerahiman di buka
sajian makanan rohani tubuh dan darah Kristus di keluarkan untuk para pejiarah
rohani yang memuncaki jalan salib dengan komunio kudus. Para prodikon berbaris menata langkah,
menyusun suapan tubuh dan darah sang penyelamat, “Tubuh Kristus..”. umat berjajar dalam taat dan harapan, baris
dalam kerinduan sang Kristus. Komuni
kudus melayani umat yang tidak jauh berbeda dengan waktu prosesi penghormatan
salib.
Nuansa merah hitam mendominasi
umat yang tumpah ruah hari ini. Umat memang sangat banyak, mulai garasi mobil
pastoran hingga trotoar jalan Pejanggik.
Keamanan berjalan dengan baik, para polisi berbaju preman di back up
KODIM dan anggota keamanan ketertiban yang dikoordinir oleh Bpk. Alves
melakukan pelayanan dengan sangat terorganisir.
Hal ini oleh karena semua kepala lingkungan mengutus 2 orang utusan
untuk turut menjaga. Misa berakhir pada
pukul 17.35 sore hari. (KOMSOS MTR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar